Nukilan.id – Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Banda Aceh, Aulianda Wafisa menyayangkan kasus dua terpidana kasus pemerkosaan dan pelecehan seksual terhadap anak di Aceh Utara yang divonis bebas usai menjalani eksekusi cambuk di halaman kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Aceh Utara, Rabu (26/2/2025) lalu. Menurut Aulianda, bebasnya dua terpidana usai dicambuk ini tidak dibarengi dengan hukuman penjara yang seharusnya dilaksanakan.
“Yang utama memang soal penghukuman itu, karena menurut kita nggak adil kalau dia cuma dicambuk, karena terpidana seperti ini bisa mendatangkan bahaya bagi orang lain. Kalau hanya dicambuk, itu tidak komulatif dan masih jauh dari rasa keadilan, walaupun pelaksanaan hukuman cambuk itu tidak bisa dihindari,” ujar Aulianda kepada Nukilan, Jumat (28/2/2025).
Dia menegaskan karena itulah revisi Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat sangat diperlukan. Menurut Aulianda, dalam revisi Qanun Jinayat yang saat ini masih menunggu fasilitasi dari Kemendagri RI, selain ada pemberatan hukuman bagi pelaku, revisi qanun tersebut juga mengatur tentang pemulihan bagi korban, restitusi, dan kompensasi bagi korban.
“Jadi komprehensif sebetulnya revisi ini, kalau sekarang belum ada, sebenarnya ada pengaturannya dalam Qanun Jinayat tentang restitusi, tapi belum bisa dilaksanakan. Ini yang coba diperbaiki dalam revisi Qanun Jinayat. Kita berharap perubahan ini bisa segera ditetapkan oleh Pemerintah Aceh dan DPRA,” katanya.
Sebelumnya diberitakan, dua terpidana kasus pemerkosaan dan pelecehan seksual terhadap anak di Aceh Utara, Ammar Rizki dan Syahril Ramadhana, dibebaskan usai menjalani eksekusi cambuk di halaman kantor Kejari Aceh Utara, Rabu (28/2/2025) lalu. Ammar mendapat 41 kali dari vonis 50 kali usai dipotong masa tahanan selama sembilan bulan, sementara SR mendapat 100 kali cambukan dalam eksekusi tersebut. []
Reporter: Sammy