NUKILAN.id | Meulaboh – Ketimpangan dalam sistem kepegawaian kembali disorot. Kali ini, giliran ratusan Aparatur Sipil Negara Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (ASN PPPK) di 35 Perguruan Tinggi Negeri Baru (PTNB) yang menjadi sorotan tajam dari Ketua Forum ASN PPPK BAST Universitas Teuku Umar (UTU), Dr. Uswatun Hasanah, M.Si.
Dalam pernyataan tertulis yang dikirimkan kepada Nukilan.id, Kamis (1/5/2025), Dr. Uswatun mengecam ketidakadilan sistemik yang selama ini dialami oleh para ASN PPPK BAST. Ia menilai, negara telah gagal memberikan kepastian hukum dan keadilan administratif bagi tenaga pendidik yang menjadi pondasi berdirinya kampus-kampus tersebut.
“Mereka bukan sekadar pengabdi pendidikan, tetapi pelopor institusi yang dulu berbadan hukum swasta. Aset dan infrastruktur yang mereka bangun telah diambil alih negara, tetapi status kepegawaian mereka justru direduksi menjadi tenaga kontrak di kampus sendiri. Ini ironis dan bertentangan prinsip keadilan,” tegas Dr. Uswatun.
Menurutnya, proses nasionalisasi aset dan tata kelola PTNB semestinya juga diiringi dengan alih status kepegawaian secara proporsional. Nyatanya, meski negara telah mengambil alih aset dan operasional, para dosen dan tenaga kependidikan yang sebelumnya berstatus tetap di institusi swasta harus rela diperlakukan setara dengan PPPK umum—tanpa kepastian karier, pengakuan masa kerja, maupun hak studi lanjut.
“Status mereka disamakan dengan PPPK umum yang tidak memiliki rekam jejak historis dalam proses penegerian. Padahal, Komnas HAM sudah merekomendasikan bahwa pola alih status ini adalah pelanggaran hak dasar. Solusi logisnya adalah mengubah status PPPK BAST menjadi PNS, bukan pengangkatan baru, melainkan pengakuan administratif atas kontribusi mereka sejak awal,” paparnya.
Dr. Uswatun juga menyinggung dasar hukum yang memungkinkan pengambilan keputusan luar biasa oleh Presiden RI. Ia merujuk pada Pasal 22 dan 23 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, yang memberikan ruang diskresi kepada kepala negara.
“Preseden sudah ada: alih status PNS di KPK, Ombudsman, dan lembaga non-pemerintah lain. Negara mampu melakukannya bila ada kemauan politik. Mengapa justru PTNB yang SDM-nya membangun dari nol diabaikan?” tanyanya.
Desakan pun diarahkan langsung kepada Presiden Prabowo Subianto untuk segera menerbitkan Keputusan Presiden (Kepres) sebagai bentuk pengakuan negara terhadap kontribusi nyata para ASN PPPK BAST di 35 PTNB.
“Diskresi ini bukan sekadar mungkin, tapi kewajiban konstitusional. Jika negara bisa hadir untuk lembaga lain, mengapa tidak untuk para pejuang pendidikan ini?” tegasnya lagi.
Di akhir pernyataannya, Dr. Uswatun menyerukan solidaritas publik untuk mengawal isu ini secara serius. Menurutnya, keberpihakan terhadap para tenaga pendidik di PTNB adalah cerminan dari keberanian negara menjunjung keadilan.
“Pertanyaannya: mau terus diam dan tergilas ketidakpastian, atau mendorong diskresi sebagai jalan keadilan? Wallahu a’lam bisshawab.”