NUKILAN.ID | Aceh – Hutan Aceh, selama berabad-abad, menjadi penopang kehidupan masyarakat di kawasan tersebut. Namun, sayangnya, keberadaan hutan itu kini terancam oleh gejala deforestasi yang semakin mengkhawatirkan. Deforestasi, yang menjadi fenomena global, kini juga merambah Provinsi Aceh dengan tingkat kehilangan hutan yang cukup signifikan.
Mendalami lebih dalam tentang deforestasi, tim Nukilan.id (12/03/2024) menemukan bahwa kondisi deforestasi adalah penurunan luas hutan, disebabkan oleh berbagai faktor seperti konversi lahan untuk kepentingan infrastruktur, permukiman, pertanian, pertambangan, dan perkebunan. Fenomena ini tidak hanya merugikan secara ekologis, tetapi juga secara sosial dan ekonomis.
Dalam beberapa tahun terakhir, Aceh telah kehilangan sejumlah besar tutupan hutan, dengan laju deforestasi yang terus menunjukkan penurunan. Data dari Yayasan Hutan Alam Lingkungan Aceh (HAkA) mencatatkan tren penurunan deforestasi dari tahun ke tahun, namun kehilangan hutan masih terus terjadi. Pada tahun 2023, misalnya, Aceh kehilangan hutan seluas 8.906 hektar yang tersebar di berbagai kabupaten dan kota.
Dalam acara tahunan yang diselenggarakan oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Banda Aceh dan HAkA, dipaparkan bahwa sejak 2015 hingga 2022, Aceh telah kehilangan luas hutan yang cukup signifikan. Meskipun tren menunjukkan penurunan, upaya-upaya untuk mencegah deforestasi harus terus ditingkatkan.
Melalui penjelasan dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Aceh telah menjalankan serangkaian langkah untuk mencegah deforestasi yang terus terjadi. Salah satunya adalah dengan meningkatkan efektivitas Kesatuan Pengelola Hutan (KPH), yang bertanggung jawab atas pengelolaan hutan di berbagai wilayah Aceh.
Selain itu, upaya perlindungan hutan dan penyuluhan kepada masyarakat juga menjadi fokus dalam rangka mencegah deforestasi.Tidak hanya menyebabkan kerugian ekologis, deforestasi juga berdampak pada kehidupan satwa liar di Aceh.
Menurut Balai Konservasi dan Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh, deforestasi telah menyebabkan habitat satwa menjadi terfragmentasi. Hal ini mengancam kelangsungan hidup berbagai jenis satwa, termasuk satwa kunci seperti gajah sumatra, orangutan sumatra, harimau sumatra, dan badak sumatra.
Upaya perlindungan dan pengamanan hutan konservasi yang dilakukan oleh BKSDA Aceh menjadi sangat penting dalam menjaga keberlangsungan hidup satwa liar di Aceh. Melalui patroli pengamanan, penandaan batas, pemasangan papan informasi kawasan, dan pemberdayaan masyarakat setempat, BKSDA Aceh berupaya keras untuk melindungi habitat satwa liar dari ancaman deforestasi.
Dengan upaya-upaya yang terus dilakukan oleh berbagai pihak, diharapkan bahwa deforestasi di Aceh dapat ditekan dan hutan-hutan yang ada dapat terus lestari untuk kepentingan generasi mendatang. Perlindungan terhadap hutan dan satwa liar tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, tetapi juga merupakan tanggung jawab bersama seluruh masyarakat Aceh.