NUKILAN.id | Banda Aceh – Debat ketiga calon Gubernur Aceh 2024 berakhir dengan kericuhan yang memprihatinkan. Katahati Institute menyoroti lemahnya manajemen risiko yang diterapkan oleh Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh sebagai penyelenggara.
Kericuhan terjadi saat salah satu pendukung pasangan calon (paslon) menuding adanya penggunaan alat elektronik oleh salah satu kandidat. Tuduhan ini memicu peringatan keras dari pendukung paslon 02, yang meminta panitia menghentikan proses pemaparan visi dan misi. Ketegangan memuncak ketika massa pendukung dari kedua paslon meluap ke panggung utama, menyebabkan aksi saling serang, baik secara fisik maupun verbal.
Upaya pengamanan yang dilakukan tidak mampu meredam kericuhan. Muhammad Fahry, Program Manager Katahati Institute, menyoroti ketiadaan Komisioner Panitia Pengawas Pemilihan (Panwaslih) Aceh dalam debat tersebut. Berdasarkan informasi, seluruh komisioner Panwaslih sedang melakukan perjalanan dinas ke Jakarta dan hanya diwakili oleh staf ahli yang tidak memiliki wewenang untuk mengambil keputusan.
“Ketiadaan Panwaslih dalam debat ini menjadi celah besar dalam mitigasi risiko. Seharusnya, Panwaslih hadir untuk mengawasi, memberi teguran, atau merekomendasikan tindakan kepada KIP,” ujar Fahry.
Fahry juga menilai bahwa debat terakhir ini seharusnya menjadi momen penting bagi masyarakat Aceh untuk menilai visi dan misi kandidat secara mendalam. Sayangnya, kejadian ini justru merugikan masyarakat sebagai pemilik suara dalam pesta demokrasi.
“Kita perlu evaluasi menyeluruh dan memastikan manajemen risiko yang lebih baik hingga seluruh rangkaian Pilkada selesai,” tegas Fahry.
Kericuhan ini menjadi catatan penting bagi penyelenggara dan pengawas Pilkada agar kejadian serupa tidak terulang di masa mendatang.
Editor: Akil