Dana Otsus Belum Maksimal, Aceh Butuh Pemimpin yang Cakap dan Sinergis

Share

NUKILAN.id | Banda Aceh – Aceh, provinsi yang terletak di ujung barat Indonesia, memiliki potensi luar biasa yang sejatinya dapat mendorong kemajuan dan kesejahteraan. Namun, meskipun mendapatkan Dana Otonomi Khusus (Otsus) setiap tahun, kenyataannya, Aceh masih bergulat dengan kemiskinan dan ketertinggalan dibandingkan dengan provinsi lain di Sumatera. Dana Otsus, yang sering kali disebut oleh orang Aceh sebagai “Doka,” seharusnya menjadi jembatan menuju kemajuan, namun justru belum dapat menyelesaikan masalah mendasar yang ada. Mengapa ini bisa terjadi?

Kepemimpinan yang Kurang Canggih

Salah satu alasan utama mengapa dana Otsus belum maksimal adalah kepemimpinan yang kurang efektif. Pemimpin yang dipilih pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) harusnya bisa membawa Aceh lebih maju, bukan hanya mengandalkan bantuan pusat semata. Aceh membutuhkan pemimpin yang cakap, berani mengambil keputusan strategis, serta memiliki kemampuan untuk mengelola dan memanfaatkan dana Otsus dengan bijak.

Namun kenyataannya, sering kali pemimpin Aceh kurang memiliki visi jangka panjang dan kemampuan untuk merangkul pihak-pihak yang bisa mempercepat pembangunan. Pemimpin yang hanya mengandalkan anggaran yang ada tanpa mengoptimalkan potensi lokal dan jaringan nasional, akan sulit untuk membawa Aceh keluar dari statusnya sebagai daerah miskin.

Sinergi dengan Pemerintah Pusat

Penting bagi pemimpin Aceh untuk memiliki relasi yang kuat dengan pemerintah pusat. Dalam hal ini, keahlian dalam berkoordinasi dan melakukan lobi-lobi di tingkat nasional menjadi kunci. Saya menilai bahwa pemimpin Aceh ke depan harus mampu menjalin komunikasi yang konstruktif dengan pemerintah pusat, agar dapat memperjuangkan peningkatan alokasi Dana Otsus. Jangan sampai Aceh mengalami penurunan, seperti yang terjadi beberapa tahun lalu, di mana persentase dana Otsus untuk Aceh justru berkurang dari 2% menjadi 1%, sementara daerah lain seperti Papua justru mendapatkan kenaikan.

Lobi ke pusat harus lebih intensif, dan ini memerlukan pemimpin yang mampu menunjukkan sikap kooperatif tanpa mengabaikan kepentingan rakyat Aceh. Hubungan yang lebih kondusif dengan pusat seharusnya bisa dimanfaatkan untuk membangun kerangka kerja sama yang lebih menguntungkan bagi Aceh.

Menciptakan Pusat Pertumbuhan Ekonomi Baru

Salah satu tantangan terbesar dalam pembangunan Aceh adalah ketimpangan antarwilayah. Pembangunan ekonomi Aceh sering kali terpusat di wilayah barat, yang lebih dekat dengan ibu kota provinsi. Untuk itu, sangat penting untuk memindahkan pusat pertumbuhan ekonomi ke wilayah selatan Aceh yang selama ini terabaikan. Membuka pusat pertumbuhan ekonomi baru di selatan akan menciptakan kesempatan kerja baru, meningkatkan investasi, dan meratakan kemajuan di seluruh daerah. Dengan demikian, pembangunan Aceh tidak hanya terkonsentrasi di satu titik, tetapi menyebar merata ke seluruh wilayah.

Mengoptimalkan Potensi Diaspora Aceh

Selain itu, Aceh juga memiliki potensi besar dari diaspora Aceh yang tersebar di luar daerah. Banyak orang Aceh yang sukses di perantauan, memiliki jaringan yang kuat di tingkat nasional, bahkan internasional. Sayangnya, potensi ini belum sepenuhnya dimanfaatkan oleh para pemimpin daerah. Pemimpin Aceh ke depan harus mampu menjalin hubungan yang lebih erat dengan diaspora Aceh, merangkul mereka untuk ikut serta dalam pembangunan daerah, baik melalui investasi, transfer ilmu, maupun jaringan yang mereka miliki.

Seperti yang saya contohkan, salah satu tokoh diaspora Aceh, Abdul Latief, yang memiliki Pasar Raya, bisa dijadikan inspirasi. Pemimpin Aceh yang memiliki kemampuan untuk melibatkan diaspora dalam proses pembangunan akan mampu membuka lebih banyak peluang dan memperluas akses untuk pembangunan yang lebih baik.

Pentingnya Tata Kelola yang Transparan

Terakhir, tata kelola pemerintahan yang baik dan transparan menjadi prasyarat utama dalam mengelola dana Otsus. Aceh tidak boleh lagi terjebak dalam praktik korupsi dan penyalahgunaan dana yang hanya menguntungkan pejabat dan kepala daerah. Dana yang tersedia harus dikelola dengan transparan dan diarahkan untuk kepentingan rakyat Aceh. Pembangunan harus berfokus pada pemberdayaan masyarakat dan pengentasan kemiskinan, bukan pada kepentingan pribadi dan kelompok tertentu.

Aceh harus belajar dari pengalaman daerah lain yang mampu meraih kemajuan, dengan mengedepankan prinsip-prinsip good governance, serta mengutamakan kepentingan rakyat. Dana Otsus yang diterima harus digunakan untuk menciptakan program-program yang benar-benar bermanfaat, mengurangi ketimpangan sosial, dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat Aceh.

Menyongsong Pemimpin yang Bisa Sinergi dan Berdayakan Potensi Lokal

Aceh membutuhkan pemimpin yang bukan hanya pandai dalam berkomunikasi dan melobi, tetapi juga kreatif dalam merancang kebijakan yang dapat berkolaborasi dengan pusat. Dengan kepemimpinan yang sinergis, serta tata kelola pemerintahan yang lebih baik, saya yakin Aceh bisa mengubah nasibnya, meninggalkan statusnya sebagai daerah tertinggal, dan menuju kemajuan yang lebih merata di seluruh provinsi.

Dengan memanfaatkan dana Otsus secara maksimal, menggali potensi lokal, serta menjalin hubungan yang kuat dengan pemerintah pusat dan diaspora Aceh, Aceh akan mampu mewujudkan masa depan yang lebih sejahtera bagi rakyatnya. Semua itu dimulai dengan memilih pemimpin yang cakap, punya visi, dan mampu menghadirkan perubahan nyata. (XRQ)

Penulis: Akil Rahmatillah (Alumni Ilmu Pemerintahan-USK)

spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img

Read more

Local News