Capaian Kemandirian Benih dengan “Na Berkat” Melalui Bang Karni Mantap

Share

*Oleh: Habiburrahman, S.TP, M.Sc

Mengingat begitu pentingnya peran benih dalam peningkatan produksi maka banyak kebijakan dan penelitian yang dilakukan oleh berbagai negara dalam memberi legalitas benih yang bermutu karena benih memberi kontribusi persetanse mencapai 35% dari angka produksi. Hal ini menandakan peranan benih terutama yang bermutu sangat besar pengaruhnya dalam peningkatan dan pengamanan produksi yang memberi efek kesejahteraan bagi masyarakat.

Atas dasar tersebut di Indonesia memperkuat legalitas agar benih bermutu, maka banyak regulasi yang sudah dibuat baik dalam bentuk undang-undang maupun peraturan-peraturan (PP dan Permentan) baik komoditi tanaman pangan, hortikultura dan perkebunan sehingga melahirkan benih bersertifikat.

Sejak masa Nabi Adam sampai sekarang dan bahkan dalam sebuah riwayat disebutkan juga sampai hari kiamat pun benih akan perlu apabila dalam genggamanmu terdapat benih pada saat ditiup serenai sangkakala tanda berakhir dunia maka tanamlah benih tersebut. Ini menunjukan bahwa dari awal kehidupan sampai akhir kehidupan dunia benih tetap dibutuhkan oleh masyarakat terutama masyarakat tani.

Di negara–negara maju seperti Jepang dan Amerika menganggap benih seperti bahagian ritual penting yang harus dijaga dan dirawat agar menghasilkan tanaman yang berkualitas dan mampu memberi kontribusi dalam peningkatan produksi tanaman sehingga di negara tersebut untuk memberi motivasi dalam menjaga kualitas benih dibuat pribahasa seperti di Jepang “Tane Han Saku” yang artinya “Benih adalah Setengah Kesuksesan”, sedangkan Amerika membuat pribahasa “If You Throw the Seed in the Ocean will become an Island” artinya “Jika kamu membuang benih di laut akan menjadi sebuah pulau” terakhir di Indonesia juga ada sebuah kata-kata motivasi yang sering disampaikan “Benih Awal Kehidupan Janji Masa Depan”.

Penggunaan benih bersertifikat lintas komoditi (tanaman pangan, hortikultura dan perkebunan) sudah mulai banyak diminati oleh masyarakat tani dalam menunjang keberhasilan produksi sehingga Pemerintah melalui Kementrian Pertanian Republik Indonesia (Kementan RI) terus mendorong masyarakat agar menggunakan benih bermutu bersertifikat agar memberi hasil maksimal dikarenakan benih yang bersertifikat merupakan benih yang melaksanakan proses pemuliaan sangat panjang dengan berbagai penelitian yang dilakukan.

Dasar hukum benih bersertifikat seperti yang tertuang dalam beberapa undang–undang antara lain: UU No. 22/2019 tentang Sistem Budidaya Pertanian Berkelanjutan, UU No. 39/2014 tentang Perkebunan, UU No. 13/2010 tentang hortikultura dan beberapa Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) yang mengatur tentang tata cara produksi, sertifikasi benih, peredaran benih dan tata cara pendaftaran dan pelepasan varietas tanaman.

Sehingga berdasarkan rujukan regulasi tersebut, benih bersertifikasi digolongkan dalam beberapa kelas antara lain, kelas Benih Pemulia/Penjenis (BP) dikenal dengan nama Breader Seed (BS) dengan warna label kuning, kelas Benih Dasar (BD) untuk penangkar dengan nama Foundation Seed (FS) dengan warna label putih, kelas Benih Pokok (BP) untuk penangkar dengan nama Stock Seed (SS) dengan warna label ungu, kelas Benih Sebar (BR) untuk benih konsumsi dengan nama Extension Seed (ES) dengan warna label biru dan kelas Benih Unggul Lokal setingkat Benih Sebar (BR) dengan warna label biru. Khusus untuk label unggul lokal yang warna hijau hanya berlaku untuk tanaman perkebunan sedangkan untuk tanaman pangan dan hortikultura tidak berlaku lagi.

Benih bersertifikat ini juga memiliki tantangan besar dilapangan karena dalam penyediaannya harus dapat memenuhi 6 tepat sasaran: tepat varietas, tepat mutu, tepat jumlah, tepat waktu, tepat lokasi dan tepat harga. Ke 6 sasaran ini dilakukan agar benih bersertifikat dapat dinikmati oleh masyarakat secara berkelanjutan dan dapat menyesuaikan dengan keadaan lahan sehingga perlu adanya dorongan yang kuat baik dari pemerintah maupun dari berbagai stake holder yang bergerak di sektor pertanian.

Di Indonesia ada beberapa lembaga yang memiliki legalitas dalam mengeluarkan sertifikasi benih ada dari Pemerintah dan Swasta. Dari Pemerintah ada Balai Pengawasan Mutu dan Sertifikasi Benih yang didaerah dikenal dengan BPSB (Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih) atau nama lainnya sesuai daerah masing–masing, sedangkan dari swasta dikenal dengan beberapa produsen yang bisa melakukan secara mandiri sesuai ketentuan yang berlaku seperti Produsen Jagung Hibrida dan Produsen Aneka Sayuran.

Untuk menghasilkan benih bermutu (bersertifikat) minimum melibatkan dua aspek penting, yakni prinsip genetik dan prinsip agronomik. Prinsip genetik adalah pengendalian mutu benih internal yang dilaksanakan produsen benih agar kemunduran genetik tidak terjadi dan benih yang dihasilkan memiliki mutu genetik (kemurnian) yang tinggi.  Prinsip agronomik adalah tindakan budidaya produksi agar benih yang dihasilkan dapat maksimum, baik dalam kuantitas maupun kualitas (terutama mutu fisik dan mutu fisiologis benih).

Selanjutnya benih bersertifikat diperoleh dari hasil usaha yang dilakukan oleh penangkar benih baik perorangan/kelompok tani dan lembaga lainnya, dimana penangkar tersebut terlebih dahulu harus menenuhi syarat sebagai produsen dalam bentuk Sertifikat Rekomendasi untuk komoditi tanaman pangan, Sertifikat Kompetensi untuk komoditi hortikultura dan izin usaha produksi untuk perbenihan perkebunan bertujuan untuk menghasilkan benih sebanyak-banyaknya dengan mutu yang memenuhi.

Untuk menghasilkan benih bersertifikat, perlu memperhatikan prinsip-prinsip berikut : (1)  Persyaratan lahan produksi benih, yaitu lahan subur, cukup tersedia air, bersih dan bebas dari varietas lain; (2)   Benih sumber atau benih yang akan digunakan untuk memproduksi benih  bermutu tinggi dan jelas asal usulnya dan berasal dari kelas yang lebih tinggi; (3)  Isolasi waktu dan jarak, merupakan tindakan perlindungan terhadap pertanaman benih dari penyerbukan silang oleh varietas lain, baik dari dalam maupun sekitar lahan produksi; (4) Teknik budidaya produksi benih;  (5)  Roguing, bertujuan untuk menjaga kemurnian benih; (6) Pemanenan; (7) Pengolahan benih dan (8) Penyimpanan benih.

Prospek Benih Bersertifikat di Aceh ???

Program perbenihan menitik beratkan pada penggunaan benih yang tepat mutu yang ditujukan pada labelnya (sertifikasi).  Pada label benih, unsur-unsur mutu benih yang dicantumkan meliputi kadar air, komponen benih murni, campuran varietas lain, kotoran dan daya tumbuh.

Pada dasarnya, usaha produksi benih atau penangkaran benih bertujuan untuk menghasilkan benih sebanyak-banyaknya dengan mutu yang memenuhi syarat sertifikasi benih. Salah satu faktor masih rendahnya tingkat ketersediaan benih bermutu (bersertifikat) adalah tingkat kesadaran petani untuk menggunakan  benih yang berkualitas tinggi masih sangat kurang. Pada umumnya petani menyisihkan sebagian hasil panennya untuk dijadikan benih pada musim tanam berikutnya sehingga benih ini tentu saja tidak terjamin mutunya.

Di Provinsi Aceh penggunaan benih mutu yang bersertifikat sudah berjalan dalam beberapa tahun ini, sehingga banyak melahirkan penangkaran benih yang bergerak di berbagai komoditi dengan harapan kita bisa swasembada benih di Aceh. Hal ini disebabkan adanya kesadaran pengunaan benih bersertifikat yang kami populerkan dengan jargon Na Berkat (pengguNAan BEnih berseRtifiKAT) yang terus dilakukan oleh petani karena memberi dampak positif terhadap pengamanan produksi yang dapat meningkatan produksi dan tentunya benih bersertifikat juga bila mengalami kegagalan yang disebabkan karena kualitas benih, maka lebih mudah dikomplain karena adanya label yang didalamnya sudah tercantumkan nama produsen beserta alamat sehingga akan mudah melacak penyebab eror kualitas benih sebagai bahan evaluasi.

Terlebih di Pemerintah Aceh sekarang semua komoditi (tanaman pangan, hortikultura dan perkebunan) yang ditangkarkan di Aceh sudah bisa disertifikasi oleh lembaga yang menangani mutu benih di Aceh yaitu UPTD Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan, Hortikulura dan Perkebunan (BPSBTPHP) Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) Aceh sebagai satu-satunya lembaga Penjamin Mutu Benih di Aceh yang bergerak di tanaman pangan, hortukultura dan perkebunan.

Antisipasi penyalahgunaan pemalsuan benih bersertifikat terus dilakukan dengan melakukan pengawasan dan pembinaan dengan memberi informasi kepada produsen dan pengedar benih baik yang melaksanakan penyediaan benih untuk bantuan pemerintah dan kios–kios saprodi agar tunduk dan patuh terhadap regulasi–regulasi yang ada agar tidak merugikan petani dan produsen/pengedar benih itu sendiri salah satu upaya yang dilakukan yaitu dengan membuat Aplikasi Si Naberkat (Sistim Informasi Pelayanan Benih Bersertifikat) yang hasilnya akan keluar dalam bentuk infomasi berbarcode terhadap kinerja produsen benih.

Sehingga kita sangat mengharapkan adanya kesadaran masyarakat di Aceh untuk terus menggunakan benih bersertifikat. Salah satu yang sudah dilakukan di Aceh dalam mengantisipasi pemalsuan benih bersertifikat yaitu dengan melakukan pemasangan Barcode/QR yang baru dilakukan untuk komoditi tanaman pangan dengan harapan masyakarat bisa mengecek dengan menscan via HP Android keaslian label yang ada barcodenya. Harapan pemerintah dengan adanya kesadaran masyarakat dalam penggunaan benih bersertifikat dapat memberi berkah yang dalam bahasa Aceh Na Berkat betul-betul dapat memberi kesejahteraan untuk petani.

Atas dasar tersebut penulis mencoba menuangkan ide ke depan untuk membuat jargon yang memudahkan diingat oleh masyarakat terutama sebagai upaya kemandirian benih di Aceh agar putaran uang di subsektor benih bisa dinikmati oleh petani Aceh sendiri yang dalam bahasa Aceh disebutkan Na Berkat yang kami akronimkan dengan singkatan gunakan benih bersertifikat (Na Berkat) sebagai upaya mendukung setiap kegiatan Na Berkat melalui Bang Karni yang kami akronimkan dengan Pengembangan Penangkar Benih sedangkan akronim mantap (mandiri benih untuk peningkatan produksi).

Harapan ini kita tuangkan agar penangkar benih di Aceh bisa tampil dengan naluri bisnisnya untuk memasarkan benihnya kedepan secara mandiri.(Adv)

Penulis adalah Kepala UPTD Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan (BPSBTPHP) Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) Aceh

spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img

Read more

Local News