NUKILAN.id | Jakarta – Ribuan buruh PT Sri Rejeki Isman (Sritex) di Sukoharjo, Jawa Tengah, menggelar aksi protes menolak pemutusan hubungan kerja (PHK) massal yang mereka anggap ilegal. Aksi ini didukung oleh Partai Buruh, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), serta Suara Muda Kelas Pekerja (SMKP), yang turut menyerukan solidaritas bagi buruh yang terdampak.
Aksi unjuk rasa ini berlangsung selama lima hari, dari Senin (10/3/2025) hingga Jumat (15/3/2025), di depan pabrik PT Sritex. Selain orasi, para buruh mendirikan posko pengaduan dan advokasi, membagikan selebaran tentang dugaan PHK ilegal, serta mengadakan kegiatan sosial seperti pembagian takjil.
“Sebagai suara pekerja muda, kami bersolidaritas terhadap kawan buruh PT Sritex yang terkena PHK ilegal. Kami siap memobilisasi massa dan turun ke jalan untuk mengawal isu ini,” ujar Ketua Umum SMKP, Zidan Faizi.
Selain aksi di Sukoharjo, Partai Buruh dan KSPI juga akan menggelar demonstrasi di depan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) di Jakarta pada Selasa (11/3), menuntut kejelasan atas hak-hak buruh yang di-PHK.
Kilas Balik Masalah PT Sritex
PT Sritex mulai mengalami krisis keuangan pada 2021 setelah gagal melunasi utang sebesar Rp5,79 triliun atau setara US$350 juta. Pengadilan Niaga Semarang kemudian menetapkan status penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) bagi perusahaan tersebut. Namun, hingga 2023, PT Sritex masih gagal memenuhi kewajibannya, yang berujung pada putusan pailit oleh Pengadilan Negeri (PN) Semarang.
Mahkamah Agung menolak kasasi perusahaan, dan peninjauan kembali yang diajukan juga kandas. Akibatnya, PT Sritex resmi berhenti beroperasi pada 1 Maret 2025 dan melakukan PHK massal terhadap 10.665 buruh, di mana 8.504 orang di antaranya berasal dari pabrik di Sukoharjo.
Namun, PHK ini menuai kontroversi. Buruh menilai keputusan perusahaan cacat hukum karena tidak melalui kesepakatan bipartit serta tidak ada anjuran tertulis dari pemerintah mengenai hak-hak pekerja yang di-PHK. Selain itu, ribuan buruh masih belum mendapatkan pesangon, tunjangan hari raya (THR), serta Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). Sekretaris KSPI Jawa Tengah, Aulia Hakim, menyebut bahwa 1.200 buruh yang telah mengundurkan diri sebelum PN Semarang menetapkan status pailit, terancam kehilangan hak-haknya.
Tak hanya itu, PT Sritex juga diduga belum mengembalikan miliaran rupiah uang yang dipinjam dari koperasi pekerja dan belum menyelesaikan pembayaran iuran Jaminan Hari Tua (JHT) secara penuh.
Tuntutan dan Sikap SMKP
Menanggapi polemik ini, SMKP menolak PHK yang dilakukan PT Sritex karena dianggap tidak sah secara hukum. Organisasi ini juga menuntut agar perusahaan segera memenuhi kewajibannya terhadap buruh.
SMKP mendesak PT Sritex untuk:
- Membatalkan keputusan PHK hingga ada anjuran dari bipartit atau Kemenaker.
- Memberikan kejelasan pembayaran pesangon dan THR kepada 1.200 buruh.
- Menyelesaikan masalah keuangan koperasi pekerja dan pembayaran JHT.
Selain itu, SMKP juga meminta Menteri Ketenagakerjaan untuk memastikan bahwa buruh yang terdampak PHK mendapatkan jaminan kehilangan pekerjaan (JKP) serta hak-hak lainnya sesuai peraturan yang berlaku.
Seruan Solidaritas
SMKP mengajak seluruh elemen masyarakat untuk:
- Menolak PHK yang dilakukan PT Sritex.
- Menuntut kejelasan upah dan status hubungan kerja buruh yang di-PHK.
- Mendesak PT Sritex memenuhi seluruh hak buruh tanpa terkecuali.
“PT Sritex wajib bertanggung jawab dan berdialog dengan buruh perusahaan, terutama di tengah badai PHK yang melanda industri Indonesia. Penuhi hak-hak buruh!” seru Zidan Faizi.
Aksi ini menjadi momentum bagi buruh di Indonesia untuk menuntut hak-hak mereka di tengah gelombang PHK yang semakin meningkat. Dengan dukungan berbagai elemen masyarakat, mereka berharap dapat menekan perusahaan dan pemerintah agar segera bertindak demi kesejahteraan pekerja.
Editor: Akil