NUKILAN.ID | OPINI – Budaya organisasi merupakan salah-satu pedoman yang menjadi dasar ideal untuk diterapkan dengan potret berbagai latar belakang, perusahaan, pemerintahan, bahkan sekolah sebagai lembaga penguatan karakter bagi setiap individu. Tentu budaya sekolah tidak hanya menyoali tentang dokumen resmi seperti visi, misi, atau tata tertib yang disusun secara administratif melainkan sejatinya ia hidup dan berkembang melalui praktik keseharian warga sekolah, seperti cara guru mengelola pembelajaran, kepemimpinan kepala sekolah dalam mengambil keputusan, etos kerja tenaga kependidikan, serta pola interaksi sosial antarwarga sekolah. Jika dikaitkan dengan perspektif manajemen pendidikan, kekuatan budaya organisasi sangat ditentukan oleh kualitas psikologis dan sosial individu di dalamnya terlebih efikasi dan kepribadian dari setiap individu.
Efikasi diri adalah keyakinan individu terhadap kemampuannya untuk melaksanakan tugas dan mencapai tujuan tertentu. Hal ini tentu dibutuhkan di lingkungan sekolah, guru yang cenderung memiliki efikasi diri yang tinggi akan memiliki kepercayaan diri profesional dalam mengelola kelas, merancang pembelajaran yang bermakna, serta merespons dinamika perubahan kurikulum dan tuntutan zaman. Tentu keyakinan tersebut tidak hanya akan berdampak pada kinerja individu, tetapi juga membentuk iklim organisasi yang lebih progresif. Sederhananya efikasi diri akan menjadikan guru lebih adaptif, dan kreatif bergerak sebagai organisasi pembelajar yang terus berkembang.
Namun yang tidak kalah penting ialah lahirnya suatu kondisi di mana efikasi diri tidak ditopang oleh kepribadian yang matang. Kepribadian mencerminkan pola sikap, nilai, dan cara individu berinteraksi dalam lingkungan kerja. Jika berbicara mengenai lingkungan sekolah, beberapa ciri kepribadian, seperti pribadi yang terbuka, bertanggung jawab, dan empatik mendorong terciptanya relasi profesional yang sehat dan kolaboratif. Guru dan pimpinan sekolah dengan kepribadian positif mampu menempatkan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi, mengelola perbedaan secara dewasa, serta menjaga profesionalisme di tengah tekanan dan kompleksitas pekerjaan pendidikan.
Sinergi antara efikasi dan kepribadian menjadi fondasi utama dalam pembentukan budaya organisasi sekolah yang kuat dan berkelanjutan. Guru yang memiliki keyakinan diri sekaligus integritas kepribadian tidak hanya berorientasi pada pencapaian target pembelajaran, tetapi juga berperan sebagai teladan dalam sikap, etika, dan komitmen profesional. Kepala sekolah dengan efikasi kepemimpinan yang tinggi serta kepribadian inklusif mampu menumbuhkan budaya dialog, refleksi kolektif, dan peningkatan mutu secara berkelanjutan.
Hubungan antara efikasi, kepribadian, dan budaya organisasi memiliki hubungan interkoneksi yang tidak dapat dipisahkan. Budaya sekolah yang sehat, yang ditandai oleh kepercayaan, penghargaan, keterbukaan, dan partisipasi, mampu memperkuat efikasi individu serta membentuk kepribadian kerja yang positif. Atau dengan kata lain, buadaya sekolah akan mendorong terciptanya efikasi dan kepribadian diri seseroang. Lingkungan kerja yang suportif juga akan membuat warga sekolah merasa dihargai dan diberi ruang untuk berkembang, sehingga kepercayaan diri dan tanggung jawab profesional tumbuh secara alami.
Dalam setiap organisasi ketidakseimbangan akan selalu ada, sehingga membangun budaya organisasi sekolah yang sehat tidak dapat dilakukan semata-mata melalui kebijakan struktural dan pendekatan administratif. Diperlukan strategi manajemen pendidikan yang berorientasi pada pengembangan efikasi dan kepribadian sumber daya manusia melalui pelatihan berkelanjutan, pembinaan profesional reflektif, serta praktik kepemimpinan yang humanis dan transformatif. Ketika warga sekolah berkembang secara profesional, psikologis, dan sosial, sekolah berfungsi sebagai komunitas belajar yang memanusiakan manusia.
Penulis: Maulana Iman Jaya (Mahasiswa Magister Manajemen Pendidikan, Universitas Pamulang)





