Begini Kronologi Kejari Lhokseumawe Tangani Kasus Korupsi Tanggul Cunda-Meuraksa

Share

Nukilan.id – Kejahatan korupsi di Indonesia merupakan salah satu kejahatan yang memberikan multi efek terhadap kehidupan bernegara. Beragam aturan dan regulasi telah ditetapkan oleh pemerintah sebagai bagian untuk memberikan solusi dan sanksi atas kejahatan satu ini. Bahkan pemerintah juga mendorong aparat penegak hukum untuk memaksimalkan kinerjanya dalam upaya pemberantasan korupsi di negeri ini.

Berangkat dari hal tersebut di atas, Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) sebagai salah satu LSM di Aceh juga ikut serta terlibat dalam gerakan pemberantasan korupsi sesuai dengan mandat yang telah ditetapkan dan juga aturan perundang-undangan yang berlaku.

Disamping itu, MaTA juga ikut memantau kinerja aparat penegak hukum dalam hal pengungkapan kasus-kasus dugaan tindak pidana korupsi di Aceh khususnya. Salah satu yang dipantau adalah kinerja Kejaksaan Negeri (Kejari) Lhokseumawe dalam mengungkap kasus dugaan korupsi pembangunan pengamanan pantai Cunda-Meuraksa.

Berdasarkan hasil pemantauan yang dilakukan, patut diduga kinerja Kejari Lhokseumawe masih sangat jauh dari harapan publik. Bahkan kuat dugaan Kejari Lhokseumawe dan jajaran diduga kuat melindungi dalang dibalik kasus dugaan korupsi pembangunan pengamanan pantai Cunda-Meuraksa yang anggarannya bersumber dari anggaran daerah.

“Untuk itu, kami meminta kepada Jaksa Agung Muda Pengawasan (Jamwas) Kejaksaan Agung (Kejagung) RI untuk memeriksa kinerja Kejari Lhokseumawe dalam mengungkap kasus dugaan korupsi sebagaimana tersebut di atas,” kata Koordinator MaTA, Alfian kepada Nukilan.id, Kamis (29/7/2021).

Selain itu, kata Alfian, MaTA juga berharap Jamwas Kejagung RI memberi sanksi yang tegas kepada Kejari Lhokseumawe dan jajarannya atas kinerja dalam mengungkap kasus tersebut, karena diduga kuat berupaya melindungi aktor utama dibalik kasus tersebut.

Sebagai informasi, data yang kami peroleh dari LPSE Propinsi Aceh dan data LPSE Kota Lhokseumawe, Pembangunan Pengamanan Pantai Cunda-Meuraksa dilakukan sejak tahun 2013 sampai 2019 dengan rician pagu sebagai berikut:

Data yang diperoleh dari LPSE Provinsi Aceh dan Data LPSE Kota Lhokseumawe. (Foto: Tangkapan Layar)

 

Meskipun pembangunannya telah dianggap tuntas pada tahun 2019 akan tetapi hingga tahun 2021 pembangunan tersebut belum benar-benar tuntas dan bahkan pada tahun 2020 masih juga dialokasikan anggaran untuk pembangunnya. Hal ini diduga kuat telah terjadi praktek penyimpangan sehingga menjadi temuan kasus dugaan tindak pidana korupsi oleh Kejari Lhokseumawe.

Setelah serangkaian penyelidikan dilakukan atas temuan tersebut, berdasarkan pantauan MaTA, Kejari Lhokseumawe patut diduga berupaya melindungi aktor utama dibalik kasus tersebut sehingga pengungkapannya tidak ada perkembangan sama sekali bahkan bisa disebut jalan di tempat.

Sebagai gambaran, berikut kami sampaikan kronologis pengungkapan kasus dugaan korupsi tersebut oleh Kejari Lhokseumawe.

Pada hari Selasa (5/1/2021), kronologis:

  • MaTA melakukan penelusuran lapangan terhadap pembangunan tersebut dan menemukan tidak ada pembangunan lanjutan di tahun 2020;
  • Berdasarkan dokumen yang ditemukan, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kota Lhokseumawe selaku Pengguna Anggaran, mengeluarkan Surat Perintah Membayar (SPM) dengan nomor 1341/SPM/LS/I./I.03.01/2020 tertanggal 22
    Desember 2020 untuk pekerjaan lanjutan pembangunan tersebut sebesar Rp3.904.400.000,00 kepada PT. Putra Perkasa Aceh selaku pemenang tender (SPM Terlampir).

Pada hari Jum’at (8/1/2021), kronologis:

  • MaTA bersama elemen sipil memberikan pernyataan ke media massa untuk mendesak aparat penegak hukum di Aceh melakukan pengusutan atas temuan lapangan yang
    didapati MaTA.

Pada hari Senin (11/1/2021), kronologis:

  • Kejari Lhokseumawe memanggil para pihak yang terkait dengan proyek pembangunan tersebut di antaranya:
  1. Pengawas Proyek;
  2. Bendara Umum Daerah (BUD) Pemerintah Kota Lhokseumawe;
  3. Kepala Bidang Bina Marga Dinas PUPR Lhokseumawe;
  4. Mantan Kabid Bina Marga Dinas PURP Lhokseumawe yang juga sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada proyek pembangunan tersebut;
  5. Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK);
  6. Pejabat/Panitia penerima barang/hasil pekerjaan terkait proyek pembangunan tersebut;
  7. Direktur PT. Putra Perkasa Aceh;

Pada hari Jumat (15/1/2021), kronologis:

  • Tim Kejaksaan Negeri Lhokseumawe bersama pihak Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) turun ke lokasi pembanguan tanggul di kawasan Dusun Lancang, Desa Meunasah Mee, Kandang Kecamatan Muara Dua Kota Lhokseumawe

Pada hari Kamis (21/1/2021), kronologis:

  • Kas Umum Daerah Kota Lhokseumawe menerima penyetoran uang ke rekening 030.01.02.580022-5 sebesar Rp 4.271.653.127 dari pihak rekanan pembangunan proyek
    tanggul Cunda-Meuraksa. (Terlampir).

Pada hari Senin (25/1/2021), kronologis:

  • Kejari Lhokseumawe meminta secara resmi kepada Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Aceh untuk dapat melakukan audit investigasi terhadap
    pembangunan pengamanan pantai Cunda-Meuraksa yang anggarannya dialokasikan melalui Dinas PUPR Kota Lhokseumawe.

Pada hari Rabu (27/1/2021), kronologis:

  • Kejari Lhokseumawe menggelar pra-ekspose hasil penyelidikan sementara terhadap kasus pembangunan pengamanan pantai Cunda-Meuraksa di kantor Kejari
    Lhokseumawe karena ditemukan adanya dugaan pelanggaran adminitrasi dan pelanggaran hukum.

Pada hari Kamis (28/1/2021), kronologis:

  • Kepala BPKP Perwakilan Aceh, Indra Khaira Jaya mengakui bahwa Kejari Lhokseumawe sudah meminta secara resmi agar BPKP Perwakilan Aceh mengaudit investigasi proyek pembangunan tersebut.

Pada hari Selasa (2/2/2021), kronologis:

  • Tim Penyelidik/Penyidik Kejari Lhokseumawe dan Auditor BPKP Perwakilan Aceh melakukan ekspose bersama di kantor BPKP Perwakilan Aceh dan menyepakati adanya unsur melawan hukum dan juga adanya kerugian negara pada pembangunan proyek pembangunan tersebut.

Pada hari Kamis (18/3/2021), kronologis:

  • BPKP Perwakilan Aceh memberikan pernyataan ke media massa bahwa telah selesai melakukan audit investigasi terhadap proyek pembangunan tersebut;
  • Tim audit menemukan adanya rekayasa proses lelang dan pekerjaan fisik yang tidak sesuai dengan kontrak sehingga merugikan keuangan negara sebesar 4.3 milyar.

Pada hari Rabu (19/5/2021), kronologis:

  • BPKP Perwakilan Aceh menyampaikan hasil audit investigatif tersebut kepada Kejari Lhokseumawe, Kejati Aceh dan Kejagung RI.

Pada hari Rabu (9 Juni 2021), kronologis:

  • MaTA melalui media massa memberikan pernyataan dan mempertanyakan perkembangan penangan kasus dugaan korupsi pembangunan pengamanan tersebut
    kepada Kejari Lhokseumawe
  • Pernyataan ini berangkat dari rentan waktu setelah diterima hasil audit investigatif dari BPKP Perwakilan Aceh oleh Kejari Lhokseumawe

Pada hari Rabu (16 Juni 2021), kronologis:

  • Kejari Lhokseumawe batal melakukan ekspose kasus tersebut dengan Kejati Aceh dengan alasan Kajati Aceh memiliki jadwal yang padat akan tetapi tidak ditentukan kapan dijadwalkan kembali ekspose kasus tersebut dengan Kajati Aceh

Pada hari Rabu (23 Juni 2021), kronologis:

  • Mahasiswa melakukan demo ke Kantor Kejari Lhokseumawe mempertanyakan perkembangan kasus tersebut karena hingga saat itu belum ada langkah apa
    pun setelah menerima hasil audit dari BPKP Perwakilan Aceh
  • Kepala Kejari Lhokseumawe dalam pertemuan dengan mahasiswa yang melakukan demo mengatakan, pembangunan pengamanan pantai tersebut sudah sesuai
    dengan kontrak kerja, dimana ada pembangunan fisik yang juga sudah tercatat sebagai aset negara

Berangkat dari kronologis sebagaimana diuraikan di atas, kata Alfian, jelas terlihat bahwa Kejari Lhokseumawe berupaya untuk melindungi aktor pelaku dibalik kasus dugaan korupsi pembangunan pengamanan pantai Cunda-Meuraksa.

“Padahal sebelumnya, BPKP Perwakilan Aceh telah melakukan audit investigatif atas proyek pembangunan tersebut dan ditemukan adanya potensi kerugian negara. Dan bahkan Kejari Lhokseumawe sendiri telah berupaya melakukan ekposes kasus tersebut dengan Kajati Aceh meskipun batal karena padatnya jadwal Kajati Aceh,” ujarnya.

Untuk itu, lanjut Alfian, sudah sepatutnya Jamwas Kejagung RI melakukan pemeriksaan atas kinerja Kejari Lhokseumawe untuk memastikan aparat penegak hukum dilingkungan Kejagung RI tidak berupaya melakukan praktek mafia kasus yang nantinya akan mencoreng citra baik Kejagung RI.

“Lebih dari itu, sudah sepatutnya Jamwas Kejagung RI memberi sanksi yang tegas atas kinerja Kejari Lhokseumawe dan jajarannya dalam pengungkapan kasus tersebut,” tegasnya.

Sementara itu, Alfian menyampaikan, dari sisi lain, MaTA berharap agar Kejagung RI dapat mensupervisi pengungkapan kasus dugaan korupsi pembangunan pengamanan pantai Cunda-Meuraksa. Pasalnya kasus dugaan korupsi ini sudah menjadi perhatian publik di Aceh dan sangat mengharapkan proses pengusutannya dapat dilakukan secara serius.

“Berdasarkan kajian MaTA para oknum yang diduga terlibat dalam kasus tersebut sangat berani dan sengaja menggelapkan anggaran daerah dengan cara mengalokasikannya melalui APBK Lhokseumawe tahun anggaran 2020, akan tetapi tidak direalisasikan dilapangan,” pungkasnya.

Berikut Surat Perintah Pembayaran (SPM) dan Bukti Tanda Penyetoran:

spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img

Read more

Local News