Angka Perceraian di Aceh Naik, Gusmawi Ingatkan Dampaknya bagi Anak

Share

NUKILAN.ID | BANDA ACEH – Angka perceraian di Aceh terus menunjukkan tren peningkatan. Hingga Juni 2025, tercatat sebanyak 2.923 kasus perceraian di Pengadilan Agama. Mayoritas di antaranya adalah cerai gugat atau gugatan yang diajukan pihak istri.

Penyebab utama perceraian tersebut didominasi perselisihan dan pertengkaran yang terus-menerus, diikuti faktor ekonomi, serta kebiasaan judi online dan keasyikan bermain media sosial seperti TikTok.

Menanggapi hal itu, Koordinator Wilayah Barat Yayasan P2TP2A Rumoh Putroe Aceh, usmawi Mustafa, menilai perceraian sering dianggap sebagai solusi dari konflik rumah tangga. Namun, bagi anak-anak, perpisahan orang tua justru meninggalkan luka mendalam yang sulit disembuhkan.

“Bagi orang dewasa perceraian mungkin jalan keluar, tetapi bagi anak perceraian adalah luka. Anak tidak pernah meminta dilahirkan dalam keluarga yang berpisah,” ungkap Gusmawi Mustafa dalam tulisannya yang diterima Nukilan.id pada Jumat (12/9/2025).

Menurutnya, setiap pasangan yang menikah tentu mendambakan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah. Namun, perjalanan hidup tidak selalu mulus. Perbedaan, pertengkaran, hingga masalah ekonomi kerap menjadi alasan pasangan akhirnya memilih berpisah.

“Bagi anak-anak, perceraian berarti kehilangan dua hal sekaligus, yakni keutuhan keluarga dan rasa aman. Dua hal inilah yang seharusnya menjadi fondasi utama tumbuh kembang mereka,” kata Gusmawi.

Ia menambahkan, kondisi tersebut kerap memicu kebingungan emosional, rasa bersalah, berkurangnya kasih sayang, hingga menimbulkan trauma jangka panjang yang terbawa sampai dewasa.

“Kasih sayang tidak boleh terhenti meski rumah tangga retak,” tegasnya.

Gusmawi menegaskan, perceraian tidak boleh menjadi alasan untuk mengurangi kasih sayang kepada anak. Setelah berpisah, orangtua justru harus lebih berkomitmen menjalankan peran masing-masing.

“Beberapa langkah penting yang bisa dilakukan adalah tetap menjalin komunikasi sehat antar orangtua, hadir secara emosional meski tidak tinggal bersama, melindungi anak dari konflik, memberikan jaminan kasih sayang ganda, serta melibatkan dukungan keluarga besar,” ungkapnya.

Meski begitu, ia menegaskan bahwa perceraian sebaiknya menjadi pilihan terakhir. Menurutnya, pasangan perlu lebih dulu merenung dan berusaha memperbaiki rumah tangga sebelum memutuskan untuk berpisah.

“Rumah tangga yang kokoh bukan berarti tanpa masalah, melainkan rumah tangga yang mampu melewati badai dengan kebersamaan. Selama masih ada ruang untuk memperbaiki, berjuanglah demi anak, demi cinta, dan demi janji yang pernah diikrarkan,” tutupnya. (XRQ)

Reporter: Akil

spot_img
spot_img
spot_img

Read more

Local News