NUKILAN.ID | SIGLI – Ketua Fraksi Gerindra Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Pidie, Muhammad Khairil Umam, menyayangkan langkah Universitas Jabal Ghafur (Unigha) Sigli yang melaporkan dua mahasiswanya ke pihak kepolisian tanpa terlebih dahulu menempuh penyelesaian secara internal.
Kedua mahasiswa yang dilaporkan adalah Muhammad Pria Al Ghadzi (Tuma) sebagai koordinator aksi dan Mirzatul Akmal sebagai peserta. Keduanya disebut hanya menyampaikan kritik terhadap tata kelola kampus.
Khairil Umam menilai, pelaporan tersebut bertentangan dengan semangat Kampus Merdeka yang menjunjung tinggi kebebasan akademik dan ruang aman dalam menyampaikan pendapat.
“Kekerasan tentu tidak dapat dibenarkan, namun menyampaikan kritik adalah bagian dari hak mahasiswa yang harus dilindungi. Langkah hukum ini saya nilai berlebihan dan justru berpotensi memicu gerakan solidaritas yang lebih luas,” tegasnya.
Dorongan Penyelesaian Humanis
Khairil mendorong agar kasus ini diselesaikan melalui jalur mediasi internal, sesuai dengan amanat Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbud Ristek) Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi.
Ia menekankan pentingnya pendekatan yang dialogis, melibatkan berbagai unsur kampus, termasuk dosen, pakar, dan alumni. Pendekatan ini dinilai lebih sehat dan demokratis dalam merespons dinamika yang terjadi di lingkungan akademik.
“Kampus harus menjadi ruang dialog, bukan ruang intimidasi. Kritik adalah bagian dari proses belajar. Jika mahasiswa takut bersuara, maka kita sedang membunuh demokrasi dari akarnya,” ujarnya.
Siap Fasilitasi Dialog
Sebagai bentuk kepedulian terhadap masa depan dunia pendidikan, Khairil menyatakan bahwa DPRK Pidie siap menjadi fasilitator dialog antara mahasiswa dan pihak kampus. Ia juga menyatakan kesiapannya untuk turut mendampingi proses mediasi agar berjalan adil dan transparan, serta tidak menimbulkan efek jera terhadap mahasiswa.
Di samping itu, ia mengajak seluruh pihak untuk memperkuat edukasi mengenai hak dan kewajiban mahasiswa, sehingga penyampaian aspirasi dapat berlangsung secara konstruktif dan sesuai prosedur.
“Demokrasi bermula dari kampus. Mari jaga nilai-nilai akademik dan jadikan kampus sebagai tempat tumbuhnya keberanian, bukan ketakutan,” tutup Khairil.
Editor: Akil