Nukilan.id – Adanya protes dari karyawan PT Laot Bangko yang mengadu secara langsung ke Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Subulussalam pada Senin (6/9/2021) kemarin, terkait dugaan pemangkasan gaji karyawan, menambah sejumlah catatan buruk atas keberadaan perusahaan kelapa sawit tersebut.
Hal itu disampaikan Ketua Aliansi Mahasiswa dan Masyarakat Sada Kata, Muzir Maha. Selasa (7/9/2021).
Muzir yang selama beberapa tahun ini getol melancarkan kritikan dan aksi penolakan perpanjangan HGU PT Laot Bangko baik di daerah maupun di provinsi, kembali angkat bicara.
Muzir menjelaskan bahwa, perusahaan PT Laot Bangko sejak awal cenderung tidak menunjukkan iktikad baiknya, beberapa kali terjadi konflik dengan masyarakat terkait sengketa lahan, belum lagi hak masyarakat untuk mendapatkan kebun plasma yang sampai hari ini juga belum terpenuhi, begitu pula dengan kerusakan lingkungan akibat aktivitas perusahaan tersebut.
“Tentu ini seharusnya menjadi pelajaran bagi pemerintah dan masyarakat sekitar perusahaan,” imbuh Muzir dalam keterangannya kepada Nukilan.id.
Atas kejadian itu, Muzir mengajak delapan desa yang berada di sekitar perusahaan untuk melakukan aksi protes. Bila perlu, kata Muzir, boikot akses menuju perusahaan tersebut bila memang perusahaan itu tidak kooperatif dalam memenuhi hak – hak karyawan dan warga sekitar.
Muzir juga menambahkan, perusahaan yang berdiri sejak 1986 tersebut itu untuk memberikan jaminan keselamatan kerja, sebab katanya banyak dari karyawan masih berstatus Karyawan Harian Lepas (KHL), di tambah gaji tidak memenuhi Upah Minimum Provinsi (UMP) padahal perusahaan PT Laot Bangko sudah berjanji akan memberikan upah sesuai UMP Aceh pada rapat Pokja di gedung LPSE beberapa waktu lalu.
“Namun pada faktanya hari ini janji tersebut hanya isapan jempol semata,” ungkapnya.
Muzir Maha yang juga merupakan warga sekitar perusahaan itu berharap, kepada Pemerintah Kota Subulussalam untuk bertindak tegas terhadap setiap perusahaan yang tidak memenuhi kewajiban nya terhadap masyarakat. Pemerintah jangan jadi pembela perusahaan yang dimana seharusnya pemerintah itu sebagai lembaga pembela hak rakyat.
Muzir juga menyorot kinerja Disnakertrans Kota Subulussalam, yang menurutnya selama ini hanya makan tidur saja dan terkesan bersekongkol dengan perusahaan. Bagaimana tidak, ketika rakyat sudah mengadu, ketika rakyat sudah menjerit baru kemudian bergerak, inikan konyol.
“Janganlah dulu sampai masyarakat datang baru di proses, ini persoalan sudah bertahun-tahun kok tak kunjung selesai, ada apa..?,” tanya Muzir.
Oleh karena itu, dia meminta Walikota Subulussalam mengevaluasi kinerja dinasnya tersebut, bila memang dianggap tidak mampu pecat buat apa bila hanya menjadi beban APBK.
Dan Muzir berharap Walikota juga memanggil pihak manajemen perusahaan, terkait hak dan kewajiban nya terhadap karyawan masyarakat sekitar yang sampai hari belum tuntas jangan sampai ada gejolak besar dulu baru bergerak.
“Ada delapan desa yang berbatasan langsung dengan perusahaan PT Laot Bangko, di antaranya, Desa Singgersing, Namo Buaya, Batu Napal, Tangga Besi, Kuta Cepu, Jontor, SKPC, dan Kampong Baru,” sebutnya. []