Alih Status ASN PPPK BAST 35 PTNB Menjadi PNS: Urgensi Diskresi Presiden untuk Menegakkan Keadilan Konstitusional

Share

NUKILAN.ID | OPINI – Perjalanan panjang dan berliku yang dialami para ASN PPPK BAST di 35 Perguruan Tinggi Negeri Baru (PTNB) adalah representasi nyata dari kegagalan negara dalam memberikan kepastian hukum dan keadilan administratif bagi aparatur sipil yang sejak awal menjadi fondasi berdirinya perguruan tinggi-perguruan tinggi tersebut. Mereka bukan hanya pengabdi pendidikan, melainkan pelopor institusi yang dulunya masih berbadan hukum swasta, namun aset dan infrastrukturnya kini telah sepenuhnya dimiliki oleh negara.

Ketika negara secara sistematis mengambil alih seluruh infrastruktur, aset, dan tata kelola institusi dari swasta menjadi negeri, semestinya proses tersebut juga mencakup alih status kepegawaian yang adil dan proporsional bagi sumber daya manusia (SDM) yang telah menyerahkan diri dalam proses Berita Acara Serah Terima (BAST).

Namun, kenyataannya, meskipun seluruh aset fisik dan legal formal telah diproses dalam satu mekanisme penegerian, SDM tersebut justru dipaksa untuk menjadi tenaga kontrak PPPK di universitasnya sendiri. Hal ini bertentangan dengan prinsip keadilan dan merupakan konsekuensi hukum serta moral yang seharusnya diakui dalam proses nasionalisasi tersebut.

Sayangnya, hingga kini, para ASN PPPK BAST tidak mendapatkan kejelasan status karier. Berbagai hak kepegawaian dasar—seperti pengakuan masa kerja, jenjang jabatan fungsional, hingga hak studi lanjut—dikesampingkan. Lebih ironis lagi, status mereka justru disamakan dengan PPPK umum yang tidak memiliki rekam jejak historis dalam proses penegerian.

Komnas HAM dalam rekomendasinya telah menegaskan bahwa alih status dosen dari PTS yang terdampak penegerian menjadi PPPK adalah bentuk pelanggaran hak dasar. Sebagai solusinya, alih status dari PPPK hasil BAST menjadi PNS adalah opsi paling rasional dan sejalan dengan prinsip keadilan konstitusional, bukan pengangkatan baru, melainkan rekognisi administratif terhadap status yang memang seharusnya diperoleh sejak proses penegerian dilakukan.

Pasal 22 dan 23 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan memberikan dasar hukum bagi pejabat pemerintahan yang berwenang, termasuk Presiden, untuk mengambil keputusan diskresi dalam mengatasi persoalan konkret yang dihadapi dalam penyelenggaraan pemerintahan, terutama dalam hal peraturan perundang-undangan yang tidak mengatur, tidak lengkap atau tidak jelas, dan/atau adanya stagnasi pemerintahan.

Preseden hukum sudah ada—alih status kepegawaian di KPK, Ombudsman, maupun institusi lain yang sebelumnya berbadan hukum non-pemerintah menunjukkan bahwa negara mampu mengakomodasi alih status PNS secara proporsional dan adil, bila ada kemauan politik dan dasar hukum yang logis.

Dalam konteks ini, justru menjadi pertanyaan besar: mengapa negara bisa hadir dan memberikan jalan bagi lembaga-lembaga lain, tetapi mengapa perlakuan serupa tidak bisa diterapkan kepada dosen dan tenaga kependidikan yang secara historis membangun PTNB dari nol? seakan mengabaikan hak dasar SDM kampus yang jelas-jelas sudah menyerahkan diri melalui proses BAST?

Maka dari itu, sudah sepatutnya Presiden RI mengambil langkah cepat melalui penerbitan Keputusan Presiden (Kepres) sebagai jalan keluar konstitusional dan politis untuk mengangkat ASN PPPK BAST 35 PTNB menjadi PNS penuh tanpa menunggu regulasi sektoral yang tak kunjung hadir. Diskresi ini bukan sekadar mungkin, tetapi merupakan keniscayaan hukum dan keadilan.

Pertanyaannya sekarang: apakah kita siap mendorong dan mengawal jalur diskresi ini hingga tuntas, ataukah kita akan terus diam dan tergilas oleh ketidakpastian?
Wallahu a’lam bisshawab.

Oleh: Dr. Uswatun hasanah, M.SI (Ketua Forum ASN PPPK BAST UTU)

spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img

Read more

Local News