NUKILAN.id | Banda Aceh – Aklima, S.Fil. I., M.A., Akademisi Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry, menyatakan bahwa penerapan hukuman berupa kekerasan fisik dalam pendidikan sudah tidak sesuai dengan perkembangan zaman.
Hal ini disampaikan Aklima saat mengomentari kasus santri di Kabupaten Aceh Barat, yang diduga mengalami kekerasan setelah disiram air cabai oleh istri pimpinan pesantren. Kekerasan tersebut dianggap sebagai hukuman bagi santri yang dianggap melanggar aturan di lingkungan pesantren.
“Pemberian hukuman dalam bentuk kekerasan fisik adalah metode pembelajaran yang sudah usang. Kita perlu mendorong metode belajar dan pengasuhan yang lebih humanis,” kata Aklima kepada Nukilan.id, Jumat (4/10/2024).
Menurut Aklima, masih banyak pihak yang membiarkan kekerasan berlangsung dengan alasan pendisiplinan. Ia menjelaskan bahwa sistem pendidikan yang berlandaskan ideologi dan kultur hierarkis seringkali menciptakan kesenjangan dan dominasi kekuasaan.
“Pihak yang memiliki kuasa merasa berhak untuk mendominasi dan mengontrol bawahannya,” tambahnya.
Lebih lanjut, Wakil Ketua Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Anak DPD KNPI Aceh ini juga menyoroti pandangan masyarakat yang masih menganggap kekerasan sebagai bagian dari proses pendidikan.
“Budaya ini perlu diubah karena dampaknya tidak hanya dirasakan oleh korban, tetapi juga akan memengaruhi masa depan mereka,” tegasnya.
Dampak psikologis akibat kekerasan fisik dapat terjadi dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Aklima menjelaskan, dalam jangka pendek, korban berisiko mengalami trauma psikis, dengan gejala seperti kecemasan berlebihan atau kesulitan untuk berkomunikasi.
“Sedangkan dampak jangka panjangnya, anak-anak yang pernah menjadi korban kekerasan berpotensi menjadi pelaku kekerasan ketika mereka dewasa, terutama jika mereka berperan sebagai ustaz di lingkungan yang sama,” jelasnya.
Kasus ini menjadi pengingat penting bagi semua pihak untuk menghentikan kekerasan dalam dunia pendidikan, terutama di lingkungan pesantren. Pendidikan yang berlandaskan prinsip humanis dan menghormati hak anak dinilai sebagai kunci untuk mencetak generasi penerus yang berkualitas dan berkarakter. (XRQ)
Reporter: Akil Rahmatillah