AI dan Ancaman Eksistensi Media: AMSI Ingatkan Krisis Nilai Jurnalistik di Era Digital

Share

NUKILAN.ID | JAKARTA Perkembangan kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) kini menjadi pedang bermata dua bagi industri media. Di satu sisi, teknologi ini membuka peluang inovasi baru. Namun di sisi lain, ia juga mengancam eksistensi media yang bergantung pada nilai ekonomi dari karya jurnalistik.

Peringatan itu disampaikan Ketua Umum Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Wahyu Dhyatmika saat membuka Indonesia Digital Conference (IDC) 2025, yang digelar AMSI di The Hub Epicentrum, Jakarta Selatan, Rabu (22/10/2025). Tahun ini, IDC mengangkat tema “Sovereign AI: Menuju Kemandirian Digital.”

“Ada ancaman AI terhadap eksistensi media,” kata Wahyu.

Menurut Wahyu, berdasarkan riset media anggota AMSI, hampir 30 persen kunjungan ke situs media berasal dari crawler bot AI. Bot tersebut mengambil konten berita untuk dijadikan bahan dalam pembuatan konten baru tanpa memberikan kompensasi kepada media.

“Mereka mengambil konten media untuk membuat konten, tapi mereka tidak membayar kita. Sementara media harus membayar redaksi dan servernya. Tanpa akses pada audiens, media tidak lagi mempunyai value untuk pengiklan. Ini adalah krisis eksistensi media,” ujarnya.

Selain ancaman dari AI, Wahyu juga mengungkap temuan penting dari riset AMSI bersama Monash University terkait lanskap media digital di Indonesia. Hasilnya menunjukkan bahwa sekitar 75 persen inovasi konten informasi masih terjadi di sektor hilir, sementara inovasi di sektor hulu seperti teknik bercerita, format berita, dan jurnalisme data masih tergolong rendah.

Krisis yang dihadapi media tidak hanya disebabkan oleh AI, tetapi juga oleh menurunnya pendapatan iklan akibat penurunan kunjungan ke situs berita. Survei AMSI bahkan menunjukkan bahwa 80 persen pendapatan media saat ini berasal dari pemerintah. Artinya, ketika belanja iklan pemerintah berkurang, media pun ikut terdampak.

Ketua Komisi Digital dan Sustainability Dewan Pers, Dahlan Dahi, turut menyoroti kondisi tersebut. Ia menilai, AI mengambil berita dari media untuk melatih sistemnya tanpa membayar, sementara media harus mengeluarkan biaya produksi yang tidak sedikit.

“Kondisi ini bisa menjadi kiamat bagi industri media. Berita terancam tidak punya nilai ekonomis lagi dan eksistensi wartawan bisa tidak diperlukan lagi. Solusinya meletakkan karya jurnalistik sebagai karya yang dilindungi UU,” ujar Dahlan.

Dahlan menambahkan, selain AI, banyak kreator konten yang juga memanfaatkan berita media untuk membuat konten monetisasi tanpa izin.

“Ini belum diregulasi padahal seharusnya mereka bayar ke media, sehingga media bisa mendapat revenue lain selain iklan, yaitu dari lisensi konten beritanya,” katanya.

Konferensi IDC 2025 menjadi panggung penting bagi pelaku industri media, akademisi, dan pemangku kepentingan untuk membahas arah kemandirian digital Indonesia di tengah gelombang AI.

Acara tahunan AMSI ini juga mendapat dukungan dari sejumlah perusahaan besar, antara lain Sinar Mas Land, PT Astra International Tbk, Djarum Foundation, PT Pertamina (Persero), PT Telkom Indonesia Tbk, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, MIND ID, dan PT Bank Syariah Indonesia Tbk.

National Sales Department Head Sinar Mas Land, Johan Triono, mengucapkan selamat atas terselenggaranya acara tersebut dan menegaskan dukungannya bagi keberlanjutan media digital di Indonesia.

Dengan mengusung semangat “Sovereign AI: Menuju Kemandirian Digital,” IDC 2025 menjadi pengingat bahwa kedaulatan media bukan hanya soal teknologi, melainkan juga soal keberlanjutan ekosistem informasi yang sehat dan adil bagi seluruh pelaku industri.

spot_img
spot_img
spot_img

Read more

Local News