Nukilan.id – Epidemiolog dari Griffith University Australia, Dicky Budiman mengatakan mutasi merupakan proses alamiah hasil dari perubahan kode genetik sebuah virus, yang ketika bereplikasi atau memperbanyak diri memiliki perubahan kode genetik.
“Ya ketika dia bereplikasi memperbanyak diri itu dia itu mengalami mutasi, dimana ada perubahan kode genetiknya,” ujar Dicky kepada CNNIndonesia.com, Kamis (4/3).
Menurut Dicky, perubahan dari kode genetik itulah yang menimbulkan virus yang menjadi varian baru. Salah satu yang dimaksud Dicky adalah mutasi Covid-19 yang ditemukan pertama kali di Inggris. Setelah virus SARS-CoV-2 itu bermutasi, muncul varian baru yang dinamakan B117.
“Jadi varian itu adalah hasil dari mutasi sebuah virus. Itu yang artinya disebut layak sebagai varian, strain, atau jenis baru,” kata dia.
Dicky menekankan bahwa varian baru bukan berasal dari virus yang baru karena kandungan virus di dalam Covid-19 yang sudah bermutasi masih tetap sama. Hal itu juga yang terjadi pada mutasi D614G yang sudah ditemukan di Indonesia sejak pertengahan tahun lalu.
“Kandungan virusnya masih tetap sama, virus SARS-CoV-2, mutasi itu proses alamiahnya, varian itu adalah hasil dari mutasi itu,” tambah Dicky.
Kecepatan Mutasi Covid-19
Di samping itu Dicky menilai kecepatan mutasi virus corona masih terbilang normal. Namun menurutnya di waktu normal itu dapat menghasilkan satu strain baru yang efektif, yaitu strain yang dapat lebih menular, berpotensi menyebabkan keparahan dan kematian.
“Dalam waktu yang normal ini dia menghasilkan satu strain baru yang efektif dan dapat menyebabkan lebih mudah menular dan sebagainya,” katanya.
Menurut Dicky mutasi dari virus Corona dapat terjadi pada setiap minggu. Potensi ini dapat terjadi pada kawasan-kawasan yang melonggarkan 3M dan 3T.
Sebelumnya, Ketua Satgas Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Zubairi Djoerban menjelaskan beberapa perbedaan mutasi virus SARS-CoV-2 yang dinamai B.1.1.7.
Mutasi virus corona B117 yang diduga berasal dari Inggris dan masuk Indonesia beberapa waktu lalu itu cukup mengkhawatirkan di tengah pandemi Covid-19.
Ia menilai mutan baru virus B.1.1.7 menyebabkan shedding virus yang lebih intens. Artinya produksi jumlah virus jauh lebih banyak di saluran pernapasan pasiennya.
“Jadi, istilah buat B.1.1.7 itu sebagai super spreader (penyebaran) tidak tepat. Lebih tepat super shedder, karena virus itu bisa lebih menularkan ke banyak orang,” ujar Zubairi melalui akun Twitter, Rabu (3/3).
Ia mengatakan super spreader merupakan penyebaran virus Corona dari satu orang menyebarkan ke 11 hingga 37 orang, hal ini disebut sebagai penyebaran berskala super.
Sedangkan super shedder adalah virus yang mampu bereplikasi banyak di saluran pernapasan pasien sehingga virusnya mudah menular ke banyak orang.
“Jadi pengertian super shedder yang penting virus B117, bukan orang pembawa virusnya,” kata Zubair.
Sumber : ccnindonesia.com