Nukilan.id – Pernyataan bernada ancaman dari Ketua Umum Projo “Karena kalau kalah meleset, bos, masuk penjara,” akan berdampak panjang termasuk berpotensi menguatnya polarisasi bahkan bisa merusak kualitas proses demokrasi karena demokrasi yang sehat hanya bisa tumbuh jika proses politik elektoral berjalan dalam kegembiraan bukan dalam ancaman dalam segala macam bentuknya.
Hal itu disampaikan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Persatuan Nasional Aktivis 98 (PENA 98), Adian Napitupulu, Jakarta, 13 Agustus 2022.
Ia menilai mengkaitkan kalah menang Pemilu dengan Penjara disisi lain bisa diartikan bahwa Projo menuding Presiden Jokowi selama 2 Periode gagal memisahkan penegakan hukum dan pilihan politik dengan kata lain penegakan hukum ditentukan oleh siapa yang menang dalam Pemilu.
Menurut Adian, kalimat ketum Projo itu kenapa bisa serupa dengan _mind set_ orde baru yang menggunakan ancaman hukum dalam hal ini penjara pada partai politik dan siapapun yang berbeda pilihan politik dengan Orde Baru.
“Tentu sangat disayangkan di era reformasi saat ini pernyataan serupa masih saja bisa diucapkan,” ujarnya.
Baginya, penjara itu sanksi hukum dari perbuatan yang melanggar hukum, bertentangan dengan hukum, tidak sesuai dengan kaidah hukum atau melawan hukum bukan sanksi dari perbedaan politik bukan sanksi dari perbedaan pilihan dalam Pemilu.
Dalam pilkada bahkan pilkades sekalipun, lanjut Adian, jika hanya ada satu calon maka untuk memastikan hak demokrasi berjalan selalu ada ruang bagi yang tidak bersetuju pada calon itu. Sehingga panitia penyelenggara pemilihan memungkinkan membuat satu kotak kosong agar Rakyat tetap boleh punya pilihan.
“Perbedaan Pilihan itu bahkan di lindungi oleh konstitusi kita,” tegasnya.
Menurutnya, salah satu kelebihan sistem demokrasi di banding sistem lainnya adalah karena demokrasi membuka ruang dan berterima terhadap perbedaan apapun selama sesuai dengan koridor hukum dan nilai nilai Hak Azazi Manusia (HAM).
“Termasuk membuka ruang pada perbedaan memilih Capres dan Cawapres bagi partai dan perbedaan memilih bagi rakyat dalam bilik suara,” tutur Adian.
Karena itu, kata dia, sebenarnya pernyataan Ketum Projo itu mengancam partai, mengancam pelaku politik atau justeru mengancam demokrasi dengan mengancam perbedaan pilihan atau jangan jangan malah mengancam konstitusi yang jelas jelas melindungi perbedaan.
“Untuk itu perlu rasanya Ketum Projo meralat dan meluruskan apa maksud dari pernyataannya tersebut,” pungkas Adian. []