NUKILAN.ID | BANDA ACEH – Wakil Gubernur Aceh, Fadhlullah, SE, mengemukakan sebuah gagasan ambisius yang mengundang perhatian banyak pihak. Dalam sebuah acara pelantikan pengurus Gerakan Muslim Indonesia Raya (Gemira) Aceh di Banda Aceh, Sabtu (17/5/2025), ia secara terbuka mengusulkan agar Aceh dijadikan sebagai pusat embarkasi haji bagi seluruh jemaah Indonesia.
Bagi Fadhlullah, usulan ini bukan sekadar impian belaka, melainkan suatu langkah strategis yang memiliki akar historis dan potensi besar untuk mendongkrak perekonomian Aceh.
Ia mengingatkan kembali pada masa kejayaan Kesultanan Aceh, ketika daerah ini menjadi titik awal para jemaah haji berangkat ke Tanah Suci. Ditambah lagi dengan posisi geografis Aceh yang berada di ujung barat Indonesia dan relatif lebih dekat ke Arab Saudi dibandingkan provinsi lain, membuatnya pantas untuk dipertimbangkan sebagai pintu gerbang utama embarkasi haji nasional.
“Jika ini terwujud, tentu akan menjadi salah satu sumber mendongkrak ekonomi Aceh, mengingat selama ini dana fiskal kami masih tergantung pada dana transfer pusat,” ujar Fadhlullah penuh keyakinan.
Namun, di balik semangat itu, realitas di lapangan menunjukkan sejumlah tantangan yang tidak bisa diabaikan. Saat ini, Aceh memang sudah memiliki embarkasi haji yang melayani ribuan jemaah setiap musim keberangkatan. Pada tahun 2025, Embarkasi Haji Aceh melayani lebih dari 4.300 jemaah, dengan fasilitas asrama yang mampu menampung ratusan orang per gelombang.
Bandara Sultan Iskandar Muda Banda Aceh yang bertaraf internasional juga menjadi pintu keberangkatan utama. Namun, kapasitas infrastruktur tersebut masih jauh dari cukup jika harus menampung seluruh jemaah haji dari seluruh Indonesia, yang jumlahnya mencapai ratusan ribu setiap musim.
Peta embarkasi haji nasional yang diatur oleh Kementerian Agama saat ini sudah menetapkan 14 embarkasi utama yang tersebar strategis di berbagai wilayah, mulai dari Jakarta, Surabaya, Medan, hingga Balikpapan. Pola sebaran ini dirancang demi efisiensi dan kemudahan jemaah untuk berangkat dari titik terdekat sesuai domisili mereka.
Menjadikan Aceh sebagai pusat embarkasi tunggal bagi seluruh Indonesia berarti banyak jemaah dari wilayah timur dan tengah Indonesia harus terlebih dahulu terbang ke Aceh sebelum melanjutkan penerbangan ke Arab Saudi, yang jelas akan menambah waktu dan biaya perjalanan.
Kepala Badan Penyelenggara Haji Republik Indonesia, KH Mochamad Irfan Yusuf Hasyim, yang hadir dalam acara tersebut, menyatakan bahwa setiap usulan memang akan dikaji secara menyeluruh.
Ia menegaskan bahwa penentuan pusat embarkasi harus mempertimbangkan aspek teknis, kenyamanan jemaah, dan efisiensi biaya secara nasional. Pernyataan ini menjadi sinyal bahwa rencana menjadikan Aceh sebagai embarkasi nasional masih membutuhkan kajian yang matang dan komprehensif.
Dalam konteks ini, solusi yang lebih realistis adalah mengoptimalkan posisi Aceh sebagai pintu gerbang layanan haji dan umrah khusus dengan penerbangan charter langsung ke Arab Saudi yang bernilai ekonomi tinggi bagi daerah.
Usulan Wakil Gubernur Aceh itu membawa semangat kebangkitan dan peluang besar bagi daerah, namun harus ditempatkan dalam kerangka kebijakan nasional yang mempertimbangkan aspek efisiensi, fasilitas, dan kenyamanan jemaah.
Hingga saat ini, Aceh lebih realistis untuk terus memperkuat perannya sebagai embarkasi regional dan pusat layanan ibadah haji bagi masyarakat setempat dan wilayah sekitar, sambil menunggu investasi dan regulasi yang memungkinkan langkah lebih besar di masa depan.
Dengan demikian, Aceh tetap mempertahankan statusnya sebagai “Serambi Mekkah” yang bukan hanya sarat dengan nilai sejarah dan budaya Islam, tetapi juga terus berupaya menjadi pusat pelayanan ibadah haji yang semakin modern dan profesional. (XRQ)
Reporter: Akil