Aceh Darurat Kekerasan Seksual: Saatnya Kebijakan Berorientasi Korban

Share

NUKILAN.id | Opini – Kasus kekerasan seksual di Aceh tengah berada di titik kritis. Kejadian-kejadian mengerikan ini tidak hanya terjadi di ranah publik tetapi juga di tempat yang semestinya menjadi ruang paling aman bagi perempuan dan anak, yaitu dalam institusi pendidikan dan bahkan di rumah mereka sendiri. Dampaknya sangat mengerikan, mencederai hak-hak dasar korban sebagai manusia dan meninggalkan trauma fisik, psikis, dan sosial yang berkepanjangan. Lebih tragis, perempuan, anak-anak, dan penyandang disabilitas menjadi kelompok paling rentan.

Menanggapi ini, komitmen menyeluruh dari calon pemimpin Aceh mutlak diperlukan. Tidak cukup hanya dengan janji kampanye atau slogan, tetapi perlu ada langkah konkret, mulai dari perbaikan kebijakan, alokasi anggaran, program pencegahan, hingga penanganan terpadu yang berfokus pada korban. Tanpa tindakan yang serius dan menyeluruh, ancaman kekerasan seksual akan terus menghantui, muncul kembali dengan pola dan modus yang mungkin semakin sulit dideteksi.

Revisi Qanun Jinayah: Melindungi yang Rentan

Langkah pertama yang mendesak adalah memperkuat kebijakan perlindungan, termasuk dengan merevisi Qanun Jinayah. Rangkaian aturan ini harus mampu memberikan perlindungan optimal kepada korban, terutama perempuan dan anak-anak, yang menjadi kelompok rentan. Penegakan hukum juga mesti tegas, cepat, dan pro-korban, memberikan kepastian hukum serta pemulihan yang berorientasi pada keadilan. Tanpa komitmen untuk merevisi kebijakan yang ada, upaya pencegahan hanya akan berjalan di tempat, dan korban-korban baru akan terus bermunculan tanpa perlindungan yang memadai.

Anggaran dan Program: Mewujudkan Perlindungan yang Nyata

Komitmen anggaran adalah hal yang tak terhindarkan. Tanpa dukungan dana, upaya perlindungan akan hanya menjadi retorika. Pemerintah Aceh perlu mempertegas program pemberdayaan dan perlindungan perempuan dan anak yang berkelanjutan, memastikan setiap aspek mulai dari pencegahan hingga penanganan kekerasan seksual berjalan dengan efektif. Alokasi anggaran yang memadai juga menunjukkan keberpihakan yang jelas, bahwa keamanan dan martabat masyarakat, terutama mereka yang rentan, menjadi prioritas utama.

Akses dan Layanan: Mendekatkan Perlindungan ke Semua Pihak

Penguatan kelembagaan seperti Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPPA) di tingkat provinsi dan kabupaten adalah langkah konkret untuk memastikan bahwa layanan pengaduan dan penanganan kekerasan seksual lebih mudah diakses. Di sisi lain, kualitas layanan ini harus terus ditingkatkan, agar masyarakat memiliki kepercayaan untuk melaporkan kasus yang mereka alami atau saksikan. Tidak ada lagi cerita mengenai korban yang harus berjuang sendirian, diabaikan, atau bahkan ditolak ketika mencoba mencari keadilan.

Reformasi di Dunia Pendidikan: Membendung Kekerasan Sejak Dini

Pemerintah juga perlu mengambil langkah strategis di lembaga pendidikan. Institusi-institusi ini tidak hanya berfungsi sebagai tempat untuk mengajar dan belajar, tetapi juga sebagai benteng pertama yang menjaga anak-anak dari kekerasan. Program pembinaan yang ketat dan pelaksanaan sanksi yang tegas di lingkungan pendidikan akan menjadi upaya preventif yang efektif. Dengan memberikan pemahaman kepada pihak sekolah dan para pengajar, institusi pendidikan bisa ikut aktif dalam upaya pencegahan kekerasan seksual.

Mengedukasi Masyarakat: Melibatkan Banyak Pihak

Perlindungan perempuan dan anak membutuhkan keterlibatan masyarakat. Sosialisasi dan pendidikan kritis mengenai perlindungan anak dan perempuan perlu digencarkan agar masyarakat lebih sadar dan mampu mengambil peran aktif dalam pencegahan kekerasan seksual. Dengan memberikan pemahaman yang baik, masyarakat bisa berpartisipasi melalui tugas dan fungsinya masing-masing. Kampanye berbasis komunitas dapat menjadi cara efektif untuk menciptakan lingkungan yang lebih aman dan berdaya dalam menghadapi ancaman kekerasan.

Penguatan Ketahanan Keluarga: Benteng Utama Perlindungan

Keluarga merupakan benteng perlindungan utama. Program-program untuk memperkuat ketahanan keluarga melalui optimalisasi delapan fungsi keluarga (reproduksi, pendidikan, ekonomi, agama, perlindungan, kasih sayang, sosial budaya, dan pembinaan lingkungan) harus digencarkan. Masyarakat Aceh yang kuat secara keluarga, yang mendidik anak-anaknya dengan kasih sayang dan penghargaan terhadap hak asasi manusia, adalah kunci untuk mencegah kekerasan sejak dini.

Kepemimpinan baru di Aceh harus menempatkan isu kekerasan seksual sebagai prioritas utama. Harapan masyarakat adalah pada kebijakan yang melindungi, anggaran yang cukup, serta program yang berkelanjutan untuk memberdayakan perempuan dan anak-anak serta melindungi mereka dari ancaman kekerasan seksual. Jika tidak sekarang, kapan lagi kita akan berkomitmen untuk memastikan Aceh bebas dari kekerasan seksual? (XRQ)

Penulis: Akil Rahmatillah (Alumni Ilmu Pemerintahan-USK)

spot_img
spot_img
spot_img
spot_img

Read more

Local News