Nukilan.id – Gerakan Pemuda Aceh Selatan (GerPAS) mendesak pihak penegak hukum segera mengusut indikasi pelanggaran hukum penggunaan anggaran hibah dan bansos Pemkab Aceh Selatan Tahun 2019.
Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan BPK RI atas Kepatuhan Terhadap Peraturan Perundang-undangan Nomor
3.C/LHP/XVIII.BAC/04/2020 tanggal 24 April 2020 ditemukan pelanggaran hukum yakni diantaranya adanya pemberian hibah kepada individu, kelompok yang tidak termasuk kategori badan atau lembaga dan tidak terdaftar pada Badan Kesbangpol menyalahi ketentuan.
“Selain itu juga adanya penyaluran Belanja Bantuan Sosial untuk kegiatan perlombaan masyarakat tidak sesuai ketentuan,” ungkap Inisiator Pembentukan Gerpas Rizal, SH kepada media, Minggu (06/06/2021).
Dia menjelaskan, Pemkab Aceh Selatan pada tahun anggaran 2019 menganggarkan Belanja Hibah sebesar Rp.10.509.500.000,- dengan realisasi sebesar Rp. 9.021.499.118,- atau sebesar 85,84% dari anggaran.
Alumni UIN Ar-Raniry itu menyebutkan, berdasarkan hasil pemeriksaan dan penelaahan dokumen pertanggungjawaban belanja
barang/jasa yang diserahkan kepada masyarakat/pihak ketiga pada Dinas Perdagangan Perindustrian Koperasi dan UKM (Disperindagkop) Aceh Selatan menunjukkan bahwa terdapat pemberian hibah yang menyalahi ketentuan.
“Berdasarkan pemeriksaan BPK RI, ditemukan bahwa terdapat hibah yang diberikan kepada
individu sebesar Rp. 353.350.000,- dan hibah yang kepada lima kelompok masyarakat yang tidak termasuk kategori badan atau lembaga sebesar Rp. 298.815.000,-.
Tak hanya itu, juga terdapat hibah yang diberikan kepada 36 kelompok masyarakat yang belum mendapat pengesahan badan hukum dari Kementerian yang membidangi urusan hukum dan hak asasi manusia sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan juga tidak terdaftar pada Kantor Kesbangpolinmas.
“Jumlah hibah kepada 36 kelompok tersebut totalnya mencapai seluruhnya sebesar Rp.3.396.939.700,-” beber Rizal.
Menurut Gerpas, hal tersebut jelas-jelas tidak sesuai dan bertentangan dengan Permendagri Nomor 13 Tahun 2018 tentang perubahan ketiga atas Permendagri Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang bersumber dari Anggaran dan Belanja Daerah, baik itu yang diuraikan pada pasal 4, 6, 7 dan pasal 40 Permendagri tersebut.
“Tentunya semua ini bukanlah faktor ketidaksengajaan atau ketidaktahuan belaka, bahkan justru patut disinyalir adanya pengaturan yang dilakukan oleh pihak tertentu sehingga kelompok penerima hibah tersebut diambil dari pihak-pihak yang tidak memenuhi syarat secara aturan,”ujarnya.
Rizal melanjutkan, Pada Tahun 2019 jug Pemerintah Kabupaten Aceh Selatan juga menganggarkan Belanja Bantuan Sosial sebesar Rp.23.135.683.500,- dengan realisasi sebesar Rp20.458.682.700,00 atau 88,43% dari anggaran.
“Hasil pemeriksaan dan penelaahan yang dilakukan BPK RI terhadap dokumen pertanggungjawaban belanja bantuan sosial berupa uang pada Kepala Badan Pengeloaan Keuangan Daerah (BPKD) selaku Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD) menunjukkan bahwa terdapat 8 (delapan) kegiatan belanja bantuan sosial yang tidak sesuai atau menyalahi aturan dengan nilai mencapai Rp. 474.500.000,-” paparnya.
Lebih lanjut, Rizal menilai, penyaluran belanja bantuan tersebut jelas-jelas telah mengangkangi Permendagri
Nomor 32 Tahun 2011 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 14 tahun 2016.
“Dari hal tersebut, kita mencium adanya indikasi sarat korupsi, kolusi, dan nepoitisme yang bisa saja berpotensi merugikan keuangan daerah. Bahkan berkemungkinan adanya pelaporan kegiatan yang fiktif sehingga kelompok penerima dibuat asal jadi tanpa mempertimbangkan ketentuan-ketentuan terkait hibah dan bansos. Untuk itu, kita mendesak penegak hukum baik kejari maupun kapolres Aceh Selatan untuk segera mengusut persoalan ini,” pungkasnya.[]