NUKILAN.ID | BANDA ACEH — Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) tengah membahas Rancangan Qanun (Raqan) tentang Penyelenggaraan Ketertiban Umum, Ketenteraman, dan Perlindungan Masyarakat. Raqan tersebut tidak hanya mengatur ketertiban di ruang publik, tetapi juga menyentuh perilaku warga di dunia maya, termasuk penggunaan media sosial.
Dalam draf Raqan yang dilihat Nukilan.id, Rabu (28/10/2025), aturan mengenai media sosial dimuat dalam Paragraf 24 tentang tertib layanan internet dan media sosial, tepatnya pada Pasal 79. Di dalamnya, diatur sejumlah kewajiban dan larangan bagi pengguna media sosial di Aceh.
Salah satu poin yang menarik perhatian publik adalah larangan “teumeunak” (berkata kotor) di media sosial. Selain itu, pengguna juga dilarang menyebar hoaks, melakukan doxing, atau membagikan informasi pribadi orang lain tanpa izin. Draf Raqan ini juga melarang promosi konten yang berhubungan dengan lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT).
Sementara itu, masyarakat diwajibkan bersikap bijak dalam berkomentar agar tidak menimbulkan konflik atau mengandung unsur SARA (suku, agama, ras, dan antargolongan). Pengguna media sosial juga diminta menjaga nama baik diri sendiri dan orang lain, serta berpakaian sopan sesuai dengan nilai Syariat Islam.
Aturan tersebut juga menugaskan Satpol PP dan Wilayatul Hisbah (WH) untuk melakukan identifikasi dan pemantauan lapangan terhadap potensi pelanggaran. Polisi syariah ini diminta berkoordinasi dengan dinas dan instansi terkait dalam pelaksanaan pengawasan dan penertiban aktivitas di media sosial.
Berikut bunyi lengkap Pasal 79 dalam draf Raqan:
Pasal 79
(1) Setiap orang, aparatur dan badan pengguna media sosial wajib:
a. menggunakan media sosial secara bijak sesuai dengan ketentuan adat istiadat, norma agama, kesopanan, kesusilaan dan Syariat Islam;
b. bijak dalam berkomentar agar tidak menimbulkan konflik atau ujaran kebencian dan/atau suku, agama, ras dan antar golongan (SARA);
c. menjaga nama baik diri sendiri maupun orang lain;
d. berpakaian sopan dan tidak menampakkan aurat bagi umat Islam sesuai dengan Syariat Islam.
Selain itu, Satpol PP dan WH berwenang:
a. melakukan identifikasi dan pemantauan lapangan terhadap pelaksanaan tertib media sosial atas potensi terjadinya pelanggaran qanun dan/atau peraturan gubernur;
b. menjalin komunikasi dan koordinasi secara teratur dengan dinas terkait; serta
c. bekerja sama dengan SKPA dan instansi lain dalam pengawasan dan penertiban media sosial.
Draf tersebut juga merinci 15 jenis pelanggaran di media sosial, mulai dari penyebaran hoaks, ujaran kebencian, pelanggaran privasi, plagiarisme, hingga transaksi narkoba dan seks komersial.
Bagi mereka yang melanggar ketentuan larangan SARA dan promosi LGBT, akan dikenakan sanksi administratif, berupa:
a. teguran lisan;
b. peringatan tertulis; dan
c. denda administratif.
Pembahasan Raqan ini berlangsung dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) yang digelar Komisi I DPRA. Rancangan tersebut masih dalam tahap masukan publik sebelum dibahas lebih lanjut bersama Pemerintah Aceh. (XRQ)






