Dari Tambang Ilegal hingga Listrik Padam, Auliya Pertanyakan Komitmen Mualem

Share

NUKILAN.ID | BANDA ACEH – Dalam sepekan terakhir, publik Aceh diguncang oleh rangkaian peristiwa yang saling terkait dan menimbulkan spekulasi liar. Dari instruksi penutupan tambang ilegal, ketegangan dengan Sumatera Utara, hingga pemadaman listrik berhari-hari, semua menyeret nama Gubernur Aceh, Muzakir Manaf atau Mualem, dalam sorotan.

Ketua Ikatan Alumni Ilmu Pemerintahan Universitas Syiah Kuala (USK), T. Auliya Rahman, yang kini tengah menempuh studi Magister Islam Pembangunan dan Kebijakan Publik di UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, menilai rangkaian kejadian ini bukan sekadar insiden terpisah, melainkan cerminan dinamika politik dan ekonomi yang rumit.

Awalnya, publik dikejutkan oleh instruksi Mualem agar tambang-tambang ilegal di Aceh segera ditutup. Langkah ini disebut berdasarkan temuan tim khusus (Timsus) yang menilai kerugian besar negara akibat penambangan ilegal. Namun, di balik instruksi itu muncul suara miring.

“Ada yang beranggapan bahwa instruksi tersebut hanya sebatas cara Pemerintah Aceh ‘mengusir’ pemodal luar agar meninggalkan tambang Aceh, untuk selanjutnya diambil alih oleh pemodal Aceh, terlepas apakah cara pengelolaan tambang tersebut nantinya akan legal atau tidak,” kata Auliya kepada Nukilan.id pada Jumat (10/3/2025).

Belum reda isu tambang, publik kembali dikejutkan oleh ketegangan Aceh–Sumut. Gubernur Sumatera Utara, Bobby Nasution, menginstruksikan razia kendaraan berpelat BL dan meminta seluruh kendaraan di wilayahnya diganti ke pelat BK. Kebijakan ini membuat masyarakat Aceh menduga adanya motif politik, bahkan dikaitkan dengan pengusiran pemodal tambang asal Sumut di Aceh.

Mualem kemudian merespons keras. Dalam salah satu pidatonya, ia berkata, “Kalau mereka jual kita beli, kalau mereka gatal kita garuk.” Kalimat itu sontak memicu tafsir beragam, ada yang menilai sebagai peringatan serius, ada pula yang menyebutnya sekadar gertakan kosong.

Belum selesai, Aceh kembali diguncang peristiwa besar, pemadaman listrik serentak berhari-hari. Aktivitas warga lumpuh, ekonomi terguncang. Warkop terpaksa menyalakan genset dengan biaya tinggi, usaha laundry dan UMKM kecil seperti penjual es ikut terpukul.

Pihak PLN menyebut pemadaman itu sebagai pemeliharaan rutin. Namun, publik tak percaya begitu saja. Banyak yang mengaitkannya dengan hubungan Aceh–Sumut, mengingat Aceh masih bergantung pada pasokan listrik luar daerah.

“Mengingat kerugian yang dialami masyarakat Aceh serta tidak adanya permintaan maaf dari PLN maupun elit pusat, asumsi ini bisa kita terima. Tidak adanya sikap rasa bersalah para pihak terkait atas kerugian masyarakat Aceh menyiratkan bahwa keberadaan masyarakat ini tidak begitu penting,” ujar Auliya.

Ia menambahkan, pernyataan Mualem soal “membeli” kini patut dipertanyakan. “Namun bisa saja pernyataan sebelumnya hanya basa-basi, dan Pemerintah Aceh tidak benar-benar ‘membeli’, hanya sekadar menawar karena sudah ‘kehabisan modal’,” katanya. (XRQ)

spot_img

Read more

Local News