NUKILAN.ID | BANDA ACEH – Lebih dari 200 hari sejak dilantik pada 12 Februari 2025 lalu, kinerja Pemerintah Aceh di bawah kepemimpinan Muzakir Manaf (Mualem) dan Fadhlullah (Dek Fadh) dinilai belum menunjukkan arah yang jelas.
Penilaian tersebut disampaikan Ketua Relawan Bentara Muda Mualem (BMM) Aceh Barat Daya, T. Auliya Rahman, yang juga Ketua Ikatan Alumni Ilmu Pemerintahan USK. Menurutnya, arah pembangunan Aceh saat ini cenderung stagnan.
“Euforia ‘kemenangan’ Pemerintahan Mualem dalam mengembalikan empat pulau yang sempat disengketakan dengan Sumut, saya rasa telah menenggelamkan tanggung jawab utama Pemerintah Aceh yang dulu menjadi visi-misi pasangan Mualem-Dek Fadh, yaitu mewujudkan Aceh yang Islami, Maju, Bermartabat dan Berkelanjutan,” ungkap Auliya kepada Nukilan.id, Rabu (10/9/2025).
Auliya menyoroti belum adanya tagline resmi yang bisa menjadi pegangan arah pembangunan. Kondisi itu, menurutnya, membuat kinerja antar-unit pemerintahan tidak terintegrasi.
“Tentu saja hal tersebut mengindikasikan bahwa kerja unit pemerintahan di Aceh tidak terintegrasi dan tidak memiliki satu arah yang pasti, seolah-olah lembaga yang ada dalam naungan pemerintah Aceh hanya disuruh kerja tanpa tahu apa yang harus dikerjakan,” katanya.
Selama lebih dari dua ratus hari, Auliya menilai kebijakan nyata yang muncul hanya sebatas surat edaran shalat berjamaah bagi ASN. Namun, kebijakan itu dinilainya belum menyentuh masalah utama Aceh seperti kemiskinan, pengangguran, dan pendidikan.
“Lucunya, pemberitaan serta sosialisasi yang berlebihan dilakukan untuk merealisasi kebijakan ini ketika kebijakan ini diluncurkan. Dan sekarang kita sudah tidak tahu lagi bagaimana realitanya,” ungkapnya.
Auliya yang saat ini sedang menempuh Program Magister Islam Pembangunan dan Kebijakan Publik di UIN Sunan Kalijaga juga menyinggung lobi investasi yang dilakukan pemerintah Aceh, namun dinilai belum disertai kesiapan regulasi dan komitmen hukum yang jelas.
“Jangan sampai para investor malah menganggap Pemerintah Aceh hanya ‘Peugah haba troh luwa nanggroe, sikat gigoe ngon taloe tima’ (tidak sesuai apa yang diucapkan dengan apa yang dikerjakan),” tegas Auliya.
Sebagai pendukung Mualem, Auliya memberikan sejumlah saran untuk memperbaiki kinerja pemerintahan. Pertama, mengintegrasikan arah pembangunan seluruh lembaga agar penggunaan APBA lebih tepat sasaran.
“Kedua, Mualem diminta komitmen dan tidak terseret konflik kepentingan. Ketiga, menciptakan kebijakan ramah investor yang tetap berpihak kepada masyarakat lokal,” ujarnya.
Selain itu, ia mendorong agar Pemerintah Aceh berinvestasi pada peningkatan kualitas SDM melalui program beasiswa yang diawasi ketat agar tidak disalahgunakan.
“Saya khawatir bahwa kondisi Mualem saat ini sama seperti ‘Bestie’-nya, yaitu presiden Prabowo yang dikerubungi oleh para pembisik dan diisolasi dari realita luar,” ucapnya.
Auliya menutup pernyataannya dengan mengingatkan bahwa reputasi Mualem dipertaruhkan jika periode kepemimpinannya berakhir tanpa capaian berarti.
“Semoga saja Mualem dan orang-orang terdekat dapat segera bergerak dan berbenah karena kondisi lambannya gerak Mualem ini mempertaruhkan reputasi Mualem itu sendiri,” pungkasnya. (xrq)
Reporter: AKil