Akademisi UIN Ar-Raniry: Penonaktifan Anggota DPR Hanya Upaya Meredam Tekanan Publik

Share

NUKILAN.ID | BANDA ACEH – Gelombang demonstrasi yang terjadi dalam beberapa waktu terakhir berbuntut panjang. Sejumlah partai politik mengambil langkah tegas dengan menonaktifkan lima anggota DPR RI dari tiga partai, lantaran dinilai menyampaikan pernyataan atau melakukan tindakan yang menyinggung perasaan rakyat.

Bahkan, dikutip dari detik.com, pada Kamis (4/9/2025), Sekretaris Jenderal DPR RI, Indra Iskandar, menyebut telah menerima surat dari Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) terkait status anggota Dewan nonaktif.

Dalam surat tersebut ditegaskan bahwa mereka tidak berhak menerima gaji maupun tunjangan. Indra menambahkan, pihaknya akan segera memproses surat dari MKD tersebut.

Menanggapi situasi ini, Nukilan.id menghubungi Aklima, S.Fil. I., M.A., akademisi FISIP Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry. Menurutnya, keputusan partai untuk menonaktifkan anggota DPR bukanlah langkah yang lahir dari kerangka hukum yang jelas, melainkan lebih menyerupai upaya politis untuk meredam tekanan publik yang kian menguat.

“Nonaktif anggota DPR tidak diatur dalam UU MPW 3, yang ada hanya PAW atau pergantian antar waktu. Partai politik melakukan penonaktifan tentu punya dalih tertentu atau bentuk lain dari manuver menjaga citra partai,” kata Aklima pada Jumat (6/9/2025).

Ia melanjutkan, langkah partai tersebut pada dasarnya ingin menegaskan garis demarkasi antara kesalahan individu dengan institusi partai. Dengan cara itu, partai berharap publik tidak menggeneralisasi kekeliruan satu orang sebagai cermin wajah partai secara keseluruhan.

“Partai ingin memperjelas bahwa ini jelas kekeliruan yg hadir dari personal DPR tidak mewakili partai,” ujarnya.

Namun demikian, Aklima menilai upaya ini tidak serta-merta mampu mengembalikan citra positif partai di mata masyarakat. Menurutnya, persepsi publik terhadap kinerja DPR dan partai politik sudah lama terbentuk dan cenderung menurun, sehingga keputusan nonaktif semacam ini hanya tampak sebagai langkah reaktif, bukan solusi substantif.

“Ada atau tidaknya keputusan terkait nonaktif ini, trust masyarakat terhadap partai trendnya menurun. Masyarakat sudah sangat rasional dalam menilai kapasitas anggota DPR,” tegasnya.

Lebih jauh, ketika diminta menilai peran MKD dalam kasus ini, Aklima justru menggarisbawahi adanya ketidakkonsistenan dalam penegakan disiplin di tubuh DPR. Alih-alih menjadi institusi yang tegak lurus dengan aturan, MKD dinilai lebih sering bertindak berdasarkan kepentingan politik. (XRQ)

Reporter: Akil

spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img

Read more

Local News