NUKILAN.ID | BANDA ACEH – Dua dekade setelah perdamaian tercapai, pembangunan di Tanah Rencong dinilai belum menunjukkan kemajuan berarti. Wali Nanggroe Aceh Malik Mahmud Al Haythar menegaskan sejumlah persoalan mendasar masih membelit daerah tersebut.
“Kita saksikan hari ini adalah Aceh masih ketergantungan yang tinggi terhadap belanja APBA (Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh), rendahnya investasi sektor real, dan belum tumbuhnya industri besar atau infrastruktur ekonomi yang berkelanjutan,” kata Malik Mahmud dalam sambutannya pada peringatan 20 tahun damai Aceh di Gedung Balee Meuseraya Aceh (BMA), Banda Aceh, Jumat (15/8/2025).
Malik, yang pernah menjabat sebagai Perdana Menteri Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan menandatangani perjanjian damai di Helsinki, Finlandia, 15 Agustus 2005 lalu, menyebut kondisi Aceh bahkan mengalami sejumlah kemunduran.
Menurutnya, tingkat pengangguran masih tinggi dan ketimpangan kesejahteraan antarwilayah belum teratasi. Ia juga menyoroti implementasi butir-butir kesepakatan damai yang dinilai belum sepenuhnya terealisasi.
“Banyak butir-butir yang penting, termasuk pengelolaan sumber daya alam dan pembentukan lembaga-lembaga khusus seperti pengakuan simbol-simbol lokal hingga penyelesaian masalah korban-korban konflik seperti halnya apa yang telah dijanjikan kepada para korban dan keluarga korban,” jelasnya.
Wali Nanggroe ke-9 itu menambahkan, pelaksanaan Undang-Undang Pemerintah Aceh (UUPA) masih jauh dari harapan. “Undang-undang ini bukan hanya simbol hukum, tetapi kondisi Pemerintahan Aceh yang berkeadilan dan berdaulat secara administratif,” lanjut Malik.
Ia menegaskan kritik tersebut bukan untuk menyalahkan pihak tertentu, melainkan bentuk tanggung jawab moral sekaligus amanah dari rakyat Aceh.
“Oleh karenanya kita harus jujur melihat ke dalam, apakah kita telah menggunakan perdamaian ini dengan sebaik-baiknya, apakah kita telah memahamkan untuk memperbaiki nasib rakyat kita. Jawabannya adalah masih belum. Maka, 20 tahun ini harus kita jadikan titik balik. Kita tidak boleh terjebak dalam nostalgia dan seremoni,” tegasnya.
Malik menyerukan agar seluruh pihak kembali bersatu membangun Aceh dengan semangat damai, keadilan, dan kemajuan nyata. Ia mengingatkan, perdamaian bukan hanya warisan masa lalu, melainkan tanggung jawab generasi saat ini dan yang akan datang.
“Saya menegaskan bahwa perdamaian Aceh adalah anugerah yang mahal tetapi rapuh kalau tidak ditangani dengan baik. Ia hanya akan bertahan jika terus kita rawat, kita isi, dan kita memberi makna yang dalam,” pungkasnya.