NUKILAN.ID | JAKARTA – Setiap 17 Juli diperingati sebagai Hari Integrasi Timor Timur ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Tanggal ini merujuk pada peristiwa penting pada 17 Juli 1976, ketika Timor Timur resmi ditetapkan sebagai provinsi ke-27 Indonesia.
Hasil penelusuran Nukilan.id dari berbagai sumber menyebutkan, sebelum bergabung dengan Indonesia, Timor Timur merupakan wilayah jajahan kolonial Portugis. Namun, dinamika politik berubah drastis pada 1975 ketika terjadi krisis internal di wilayah tersebut. Presiden Soeharto kala itu menyuarakan kekhawatiran terhadap kemungkinan berdirinya negara komunis di Timor Timur yang berpotensi memperluas pengaruh ideologi kiri di kawasan Asia Tenggara.
Pada 30 November 1975, Timor Timur mendeklarasikan kemerdekaan dari Portugal. Tak lama berselang, tiga partai pro-integrasi menyampaikan aspirasi bergabung dengan Indonesia melalui “Deklarasi Balibo” yang diumumkan pada 1 Desember 1975.
Deklarasi ini kemudian dijadikan dasar legitimasi oleh Pemerintah Orde Baru untuk melancarkan invasi militer ke Timor Timur melalui Operasi Seroja. Intervensi militer tersebut mendapat dukungan dari Amerika Serikat, yang kala itu tengah gencar menggalang kekuatan untuk membendung pengaruh komunisme global.
Meski mendapat dukungan secara geopolitik, Operasi Seroja menuai sorotan tajam dari komunitas internasional. Pelanggaran hak asasi manusia yang dilaporkan terjadi selama operasi berlangsung memunculkan gelombang kritik terhadap tindakan militer Indonesia di wilayah tersebut.
Pasca runtuhnya rezim Orde Baru pada 1998, pemerintah Indonesia membuka ruang demokratisasi dengan menyelenggarakan referendum di Timor Timur pada 30 Agustus 1999. Dalam referendum tersebut, mayoritas rakyat Timor Timur memilih untuk merdeka.
Hasil itu menjadi tonggak pemisahan resmi wilayah Timor Timur dari Indonesia, hingga akhirnya wilayah tersebut menjadi negara berdaulat bernama Timor Leste pada tahun 2002. (xrq)
Reporter: Akil




