Monolog “Perangkap Daging”, Ajakan Merenungi Relasi Manusia dan Harimau

Share

NUKILAN.ID | BANDA ACEH – Inisiatif Hidup bersama Harimau akan menggelar pertunjukan monolog bertajuk Perangkap Daging di Taman Seni dan Budaya Aceh, Sabtu (19/7/2025) malam. Pertunjukan ini akan berlangsung di ruang tertutup mulai pukul 20.30 hingga 23.00 WIB dan terbuka untuk umum tanpa dipungut biaya.

Monolog ini disutradarai oleh Fauzan Santa dengan naskah yang ditulis oleh penulis kenamaan Azhari Aiyub. Adapun peran utama akan dimainkan oleh aktris Ismatul Rahmi.

Mengangkat kisah tentang Rosi, seekor anjing betina tua yang dijadikan umpan dalam perangkap harimau oleh manusia di padang gembalaan, pertunjukan ini dibagi dalam tiga babak yang menggugah kesadaran akan relasi antara manusia dan satwa liar.

“Ini pertaruhan terakhir sebelum segalanya kehilangan tujuan. Arahan pertunjukan estetik ini bertumpu pada ‘nada dasar’ itu,” kata Fauzan Santa, sutradara pertunjukan Perangkap Daging.

Fauzan berharap pertunjukan ini dapat mempertajam fungsi sosial dari seni pertunjukan. Baginya, drama atau teater bukan sekadar hiburan, melainkan media untuk menyerap realitas dan menyampaikannya kembali dalam bentuk artistik yang menyentuh dan reflektif.

Sementara itu, pimpinan produksi sekaligus penulis naskah, Azhari Aiyub, menyebut bahwa karya ini merupakan hasil proses panjang yang sudah dirancang sejak lima tahun lalu. Pada awal tahun ini, ia dan tim melakukan riset intensif di kawasan Taman Nasional Gunung Leuser yang mencakup empat kabupaten: Gayo Lues, Aceh Tenggara, Aceh Selatan, dan Singkil.

“Di sana, kami mendengar banyak cerita—dari warga, petani, peternak, konservasionis, hingga pawang—tentang hidup berdampingan (dan tak jarang berbenturan) dengan satwa liar, terutama harimau,” ujar Azhari.

Cerita-cerita itu kemudian menjadi bahan dasar proses kreatif di Banda Aceh. Sejumlah seniman—dari musisi, komposer, aktor, hingga perupa—terlibat dalam menerjemahkan pengalaman lapangan ke dalam karya teater.

Bagi Azhari, krisis ekologi bukan semata isu lingkungan hidup. Ia melihatnya sebagai persoalan ketimpangan dan perebutan ruang hidup yang tak jarang berpuncak pada konflik antara manusia dan satwa liar.

“Mungkin sudah waktunya berhenti bertanya apakah harimau masih bisa bertahan. Pertanyaannya sekarang: apakah kita bisa hidup tanpa mereka? Tanpa hutan? Tanpa air bersih dan udara yang layak dihirup? Jawabannya mungkin tak akan ditemukan di panggung. Tapi teater dapat memberi manusia jeda, untuk melihat ulang; merasakan ulang, dan barangkali menyadari; yang sedang terancam bukan hanya alam—melainkan cara kita menjadi manusia,” kata Azhari.

Pertunjukan ini menjadi semacam panggilan batin, bukan hanya untuk peduli pada harimau dan hutan, tetapi juga untuk merenungi kembali posisi manusia dalam semesta kehidupan yang saling terhubung. []

Update berita lainnya di Nukilan.id dan Google News

Editor: Akil

spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img

Read more

Local News