CMI Puji Peran ASEAN dan Uni Eropa dalam Menjaga Perdamaian Aceh

Share

NUKILAN.ID | JAKARTA — CEO Crisis Management Initiative (CMI), Dr. Janne Taalas, menyampaikan bahwa mediasi damai bukan sekadar keterampilan negosiasi, tetapi menuntut empati dan kerja sama antarpihak. Hal ini ia ungkapkan dalam seminar Martti Ahtisaari Legacy yang berlangsung di Jakarta, Senin, 30 Juni 2025.

Taalas mengungkapkan keprihatinannya terhadap tantangan baru yang dihadapi diplomasi global saat ini, terutama karena semakin menyempitnya ruang dialog dan melemahnya semangat multilateralisme.

“Saat ini, aktor-aktor multilateral berada dalam tekanan. Kita butuh aktor regional dan multilateral yang bisa memberikan akuntabilitas dan kepastian,” ujar Taalas.

Ia juga memberikan apresiasi terhadap peran ASEAN dan Uni Eropa dalam memantau implementasi perjanjian damai Aceh yang ditandatangani pada 2005 silam. Menurutnya, aktor-aktor regional sering kali lebih memahami situasi lokal, memiliki legitimasi yang kuat, serta mampu bertindak secara lebih fleksibel.

“Asia Tenggara punya tradisi panjang dalam mediasi damai dan bisa menjadi contoh bagi dunia,” tambahnya.

Dalam diskusi yang sama, pendiri sekaligus ketua Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI), Dr. Dino Patti Djalal, menyoroti meningkatnya sikap egois negara-negara besar yang justru memperburuk tatanan global.

“Semakin banyak negara yang mengedepankan kebijakan ‘aku duluan’. Padahal, itu bukan cara menyelesaikan persoalan global,” ujar Dino. Ia menekankan bahwa proses perdamaian sejatinya harus dilandasi nilai-nilai kemanusiaan.

Dino juga mengenang keterlibatannya dalam proses perdamaian Aceh bersama Malik Mahmud, sebagai sebuah pengalaman yang memperkuat makna solidaritas kemanusiaan.

“Proses perdamaian itu mengingatkan kita pada kemanusiaan yang menyatukan,” pungkasnya.

EDITOR: AKIL

spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img

Read more

Local News