BANDA ACEH, KOMPAS.com – Wakil Ketua Umum Inisiator Muda Nusantara (IMN), Khairi Munahar, mendesak Presiden Republik Indonesia untuk segera mengevaluasi kinerja Gubernur Aceh Muzakir Manaf (Mualem) dan Wakil Gubernur Fadhlullah (Dek Fadh). Evaluasi ini dinilai penting setelah pasangan tersebut genap 100 hari menjabat, namun dianggap belum menunjukkan capaian berarti.
Menurut Khairi, alih-alih menghadirkan perubahan yang dijanjikan, kepemimpinan Mualem dan Dek Fadh justru menyulut kekecewaan di tengah masyarakat.
“Kami Inisiator Muda Nusantara meminta Presiden Republik Indonesia melalui Menteri Dalam Negeri untuk segera mengevaluasi kinerja Mualem-Dek Fadh, karena selama 100 hari kerja bukan kerja nyata yang dihadirkan, tapi malah polemik demi polemik yang diberikan untuk masyarakat Aceh,” ucap Khairi.
Organisasi IMN yang dikenal aktif menyuarakan isu kebangsaan dan tata kelola pemerintahan yang bersih, menyebut sejumlah persoalan yang mencuat selama masa awal pemerintahan Mualem-Dek Fadh.
Beberapa polemik yang disorot IMN di antaranya:
1. Pernyataan kontroversial terkait barcode SPBU se-Aceh
2. Polemik komunikasi politik dalam investasi
3. Polemik penunjukan Dirut PT PEMA
4. Pergantian Sekda Aceh secara berulang
5. Pembekuan dan penggantian Dirut Bank Aceh
6. Isu tumbal kader demi kepentingan istri kedua
7. Dinamika pasang-copot Sekjen partai
8. Pembengkakan tim penyusun RPJM Aceh
Rentetan isu tersebut dinilai tidak hanya menimbulkan kegaduhan politik, tetapi juga menunjukkan lemahnya orientasi terhadap pelayanan publik dan agenda pembangunan.
Hingga hari ini, Mualem dan Dek Fadh telah memimpin Aceh selama 103 hari sejak dilantik pada Rabu, 12 Februari 2025. Namun, Khairi menyebut arah kepemimpinan mereka jauh dari harapan.
“Maka oleh sebab itu kami meminta Presiden untuk segera mengevaluasi kinerja Gubernur Aceh. Kami tidak ingin masyarakat merasakan dampak dari kinerja gubernur yang tidak kompeten, karena untuk membangun Indonesia sesuai visi dan misi Bapak Prabowo dibutuhkan keseriusan dari pemerintah tingkat atas sampai ke tingkat pemerintahan yang paling bawah,” tegasnya.
Lebih lanjut, Khairi menyatakan bahwa saat ini masyarakat Aceh menghadapi berbagai persoalan krusial, mulai dari kemiskinan, pengangguran, hingga birokrasi yang lamban. Dalam situasi seperti ini, menurutnya, fokus kepemimpinan daerah seharusnya mengarah pada solusi nyata, bukan memperbesar kegaduhan politik.
“Kinerja macam apa itu?, bukannya kerja untuk Aceh, Gubernur malah menciptakan polemik. Di saat Aceh dilanda berbagai masalah yang harus segera diselesaikan, seperti persoalan: kemiskinan, pengangguran, pengelolaan anggaran yang tidak transparan, birokrasi yang lamban dan juga minimnya inovasi, Gubernur malah terkesan fokus bagi-bagi kue jabatan dan hal-hal yang tidak berdampak bagi masyarakat,” tutup Khairi.