Sosiolog Aceh Soroti Peran MAA dan Tuhapeut dalam Edukasi Calon Pengantin

Share

NUKILAN.id | Banda Aceh – Sosiolog Aceh, Dr. Masrizal, mengingatkan pentingnya memberikan edukasi bagi calon pengantin sebagai respons terhadap maraknya praktik pertunangan yang dinilai menyimpang dari nilai-nilai syariat Islam.

Fenomena ini menjadi sorotan setelah Bupati Aceh Besar, Muharram Idris atau yang akrab disapa Syech Muharram, mengkritisi tren pasangan bertunangan yang duduk bersanding di pelaminan, meski belum sah menjadi suami istri.

Tradisi tersebut kini kian menjamur di berbagai wilayah Aceh, terutama di Aceh Besar, dan dinilai berpotensi menggeser makna adat istiadat yang selama ini mengakar kuat dalam masyarakat.

Dr. Masrizal menilai bahwa praktik semacam ini bukan sekadar penyimpangan bentuk, melainkan mengancam esensi dari tradisi Islam yang telah lama menjadi pedoman dalam kehidupan masyarakat Aceh.

“Dampaknya jelas terhadap kelangsungan tradisi dalam masyarakat. Oleh karena itu, edukasi terhadap calon pengantin menjadi sangat penting. Jika tidak dilakukan, dikhawatirkan adat istiadat Aceh akan terus mengalami pergeseran nilai,” tegasnya.

Sebagai Sekretaris Jenderal Ikatan Sosiolog Indonesia (ISI) Aceh, Dr. Masrizal juga menyoroti peran strategis berbagai elemen adat dan pemerintahan lokal dalam merespons persoalan ini, termasuk di antaranya para Tuhapeut dan Keuchik di tingkat gampong (desa), serta Majelis Adat Aceh (MAA) di tingkat kecamatan.

“MAA juga harus lebih aktif dalam menyikapi berbagai persoalan yang muncul akhir-akhir ini. Di tingkat gampong, misalnya, keberadaan tuhapeut—terutama tuhapeut perempuan—memiliki peran yang sangat signifikan dalam membimbing dan mendampingi calon pengantin,” ujarnya.

Menurutnya, pendampingan terhadap calon pengantin tidak cukup hanya pada aspek administratif semata. Perlu ada peran aktif dalam membangun pemahaman yang mendalam tentang nilai-nilai adat dan budaya lokal, agar generasi muda tidak kehilangan arah dalam menjalani tahapan kehidupan menuju pernikahan.

“Mereka tidak hanya mengurus aspek administrasi, tetapi juga harus aktif memberikan pemahaman tentang adat dan budaya,” sambungnya.

Sebagai Kepala Bidang Agama dan Sosial Budaya di Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Aceh, Dr. Masrizal juga menekankan bahwa struktur pemerintahan gampong sesungguhnya memiliki ruang yang cukup untuk mengatur persoalan adat istiadat secara khusus.

“Oleh karena itu, perlu ada aturan-aturan di tingkat gampong yang secara khusus mengatur hal-hal semacam ini, agar adat tetap hidup dan menjadi bagian yang utuh dalam kehidupan masyarakat Aceh,” pungkasnya.

Fenomena pertunangan bergaya pernikahan yang kian marak menjadi refleksi betapa pentingnya peran pendidikan budaya di tengah arus perubahan sosial. Menurut Dr. Masrizal, menjaga keberlangsungan nilai adat tidak hanya tanggung jawab para tokoh adat, tetapi juga seluruh elemen masyarakat, termasuk generasi muda yang akan menjadi pewaris masa depan budaya Aceh. (XRQ)

Reporter: Akil

spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img

Read more

Local News