NUKILAN.id | Jakarta – Rencana pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) dari Jakarta ke Kalimantan Timur bukan hanya menjadi wacana domestik. Langkah ini turut menjadi sorotan dunia, termasuk media internasional seperti AFP dan lembaga global seperti NASA hingga World Economic Forum.
Dalam laporan yang dikutip Nukilan.id dari AFP, disebutkan bahwa IKN Nusantara resmi menjadi ibu kota baru Indonesia pada Agustus 2024. Keputusan ini merupakan langkah strategis yang sudah diumumkan sejak 2019 oleh Presiden ke-7 RI, Joko Widodo.
Salah satu alasan utamanya adalah untuk mengurangi beban Jakarta dan kawasan megapolitan Jabodetabek. Sebab, Jakarta kini menghadapi krisis ekologis yang semakin mendalam—terutama penurunan permukaan tanah yang berpotensi membuat kota ini tenggelam.
Masalah ini bahkan disinggung langsung oleh Presiden Amerika Serikat, Joe Biden, dalam pidatonya di kantor Direktur Intelijen Nasional AS pada akhir Juli 2021. Ia menyatakan kekhawatirannya terkait masa depan Jakarta.
“Jika, pada kenyataannya, permukaan laut naik dua setengah kaki lagi, Anda akan memiliki jutaan orang yang bermigrasi, memperebutkan tanah yang subur…,” ujarnya kala itu.
“…Apa yang terjadi di Indonesia jika proyeksinya benar bahwa, dalam 10 tahun ke depan, mereka mungkin harus memindahkan ibu kotanya karena mereka akan berada di bawah air?”
Prediksi Jakarta Tenggelam Bukan Isapan Jempol
Ucapan Biden bukan tanpa dasar. Pada tahun 2019, World Economic Forum (WEF) merilis daftar kota yang terancam tenggelam jika tidak ada perubahan iklim signifikan. Jakarta berada di posisi teratas, mengungguli Lagos (Nigeria) dan Houston (Amerika Serikat).
Tak hanya itu, Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA) juga memperkuat kekhawatiran tersebut. Pada 2021, NASA mempublikasikan data yang menunjukkan bahwa pemanasan global dan mencairnya lapisan es membuat kota-kota pesisir, termasuk Jakarta, menghadapi risiko banjir ekstrem dan kenaikan permukaan laut yang terus meningkat.
“Masalah banjir itu juga semakin memburuk dalam beberapa dekade karena adanya pemompaan air tanah yang menyebabkan tanah tenggelam atau surut,” ujar badan yang berbasis di Washington itu.
NASA mencatat bahwa permukaan laut dunia rata-rata naik sebesar 3,3 milimeter per tahun. Seiring dengan pemanasan atmosfer, intensitas badai dan hujan lebat pun meningkat. Hal ini menjadikan banjir sebagai fenomena yang semakin umum, bahkan rutin, di Jakarta.
Infrastruktur Tak Mampu Menahan Laju Krisis
Banjir besar sudah beberapa kali melumpuhkan Ibu Kota. Salah satu yang paling parah terjadi pada musim hujan 2007, ketika sekitar 70% wilayah Jakarta terendam.
Dalam data Landsat yang diunggah NASA, terlihat bahwa selama tiga dekade terakhir, Jakarta mengalami alih fungsi lahan besar-besaran. Hutan dan vegetasi di sekitar sungai Ciliwung dan Cisadane ditebangi, digantikan oleh permukaan kedap air. Akibatnya, daya serap air berkurang drastis.
Tak hanya itu, ledakan populasi—yang meningkat dua kali lipat antara 1990 hingga 2020—turut memperparah situasi. Lebih banyak orang kini tinggal di kawasan rawan banjir, sementara kanal dan saluran air kerap tersumbat oleh sedimen serta sampah.
Salah satu gambar menunjukkan bahwa sejak 1990, pembangunan lahan buatan telah meluas ke perairan dangkal di Teluk Jakarta. Bahkan, setidaknya 1.185 hektar lahan baru dibangun di sepanjang pantai.
IKN, Harapan Baru Indonesia
Melihat berbagai data dan peringatan dari komunitas internasional, pemindahan ibu kota ke IKN dinilai sebagai langkah strategis yang visioner. Pemerintah terus melanjutkan pembangunan infrastruktur di kawasan baru tersebut. Bahkan, investasi dari dalam dan luar negeri mulai mengalir deras.
Dengan lokasi yang lebih aman dari ancaman bencana alam dan kepadatan penduduk yang belum tinggi, IKN diyakini akan menjadi simbol masa depan Indonesia yang lebih berkelanjutan. (XRQ)
Reporter: Akil