6 Daerah Diusulkan Jadi Daerah Khusus, Pengamat: Lihat Dulu Realitas Otsus di Papua dan Aceh

Share

NUKILAN.id | Jakarta — Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri (Dirjen Otda Kemendagri), Akmal Malik, mengungkap adanya enam daerah di Indonesia yang diusulkan untuk mendapatkan status daerah istimewa. Usulan tersebut, kata Akmal, bisa datang dari berbagai pihak, mulai dari masyarakat hingga pemerintah daerah.

Diketahui, ada 42 usulan pembentukan provinsi. Di samping itu, ada 6 daerah yang mengusulkan status daerah khusus dan istimewa.

Enam daerah itu berada di Sumatera Barat, Riau, Jawa Barat, Jawa Tengah, serta dua wilayah di Sulawesi Tengah. Namun, Akmal tidak merinci nama kabupaten atau kota yang dimaksud.

Menanggapi wacana tersebut, pengamat kebijakan publik Indonesia, Nicholas Martua Siagian, mengingatkan agar pemerintah terlebih dahulu berkaca pada pelaksanaan otonomi khusus (Otsus) yang telah berlangsung di sejumlah daerah, seperti Papua dan Aceh.

“Ambil contoh dari Papua. Dalam UU No. 2 Tahun 2021 tentang Otonomi Khusus Papua, 30 persen Dana Otsus dialokasikan untuk pendidikan,” ungkapnya kepada Nukilan.id pada Minggu (4/5/2025).

Meski secara nominal angka tersebut cukup besar, realisasi di lapangan tidak sejalan dengan amanat undang-undang.

“Namun, banyak daerah di Papua tidak memenuhi syarat mandatory spending minimal 20 persen untuk sektor pendidikan,” lanjut Nicholas.

Situasi ini, menurutnya, mencerminkan adanya ketimpangan antara alokasi anggaran dan komitmen pelaksanaan oleh pemerintah daerah.

“Artinya, kendati dana besar digelontorkan, komitmen pemerintah daerah belum maksimal. Ini baru satu sektor. Bagaimana dengan infrastruktur, pertanian, energi, dan lainnya?”

Nicholas juga menyoroti Aceh sebagai contoh daerah dengan status otonomi khusus yang mengalami masalah dalam pengelolaan anggaran.

Ia menyinggung proyek pembangunan Rumah Sakit Regional di Kota Langsa yang bersumber dari Dana Otsus namun kini terbengkalai.

“Hanya Rp169 miliar dana yang terealisasi sejak proyek ini terhenti pada 2018 karena perubahan prioritas anggaran,” katanya.

Nicholas menegaskan bahwa kondisi ini menunjukkan lemahnya sistem perencanaan dan pengawasan dalam pengelolaan dana Otsus.

“Kondisi ini menegaskan lemahnya tata kelola dan inkonsistensi perencanaan,” pungkasnya.

Wacana pengusulan status daerah istimewa, menurut Nicholas, sebaiknya tidak hanya menjadi agenda politis semata, tetapi benar-benar mempertimbangkan kesiapan struktur pemerintahan dan kapasitas pengelolaan keuangan di daerah. Tanpa itu, status istimewa hanya menjadi label tanpa makna yang justru berpotensi menambah masalah baru. (XRQ)

Reporter: Akil

spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img

Read more

Local News