Kemendiktisaintek Siapkan Beasiswa Dosen dan Perkuat Industri Berbasis Riset

Share

NUKILAN.id | Jakarta – Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek) tengah menyiapkan berbagai program beasiswa bagi dosen serta menjalin kerja sama strategis dengan kementerian dan BUMN. Langkah ini bertujuan memperkuat ketahanan pangan, energi, serta mempercepat hilirisasi industri di Indonesia.

Menteri Diktisaintek, Brian Yuliarto, menegaskan bahwa peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) melalui beasiswa jenjang S3 bagi dosen menjadi prioritas utama. Menurutnya, riset-riset dosen yang berkualitas diharapkan dapat menopang industri nasional dan mendorong kemandirian di sektor pangan, energi, serta hilirisasi.

“Kalau dosen ini tidak bisa disekolahkan, akhirnya kualifikasi pengajar atau dosen-dosen itu tidak maksimal ya. Sehingga sayang, masuk-masuk kesempatan itu belum bisa optimal juga pada akhirnya. Ini yang akan kita perkuat, kita akan petakan,” ujarnya di kantor Kemendiktisaintek, Jumat (7/3/2025).

Brian menambahkan, peningkatan kualitas dosen juga berkontribusi pada kualitas mahasiswa yang lebih baik, sehingga lulusan perguruan tinggi dapat lebih siap mengisi industri-industri nasional.

“Dari sisi SDM, untuk melahirkan SDM-SDM negara untuk mengisi industri-industri kita. Untuk menopang industri, kita butuh lulusan-lulusan perguruan tinggi yang memang kualifikasinya bagus,” jelasnya.

Program beasiswa ini juga dinilai saling menguntungkan bagi perguruan tinggi di dalam negeri yang membutuhkan mahasiswa program pascasarjana untuk memperkuat riset mereka.

“Di satu sisi kita memang ingin menyekolahkan mereka, di sisi lain, kita butuh riset juga yang kuat. Program-program pascasarjana kita butuh mahasiswa juga,” tambahnya.

Jalin Kerja Sama untuk Hilirisasi Industri

Selain menyiapkan beasiswa, Kemendiktisaintek juga aktif menjajaki kerja sama dengan berbagai kementerian dan BUMN guna memastikan hasil riset dapat dikembangkan menjadi produk nyata.

Brian mengungkapkan, salah satu tantangan utama dalam hilirisasi riset adalah fenomena “death valley” atau lembah kematian, di mana produk penelitian sulit dikembangkan menjadi produk komersial.

“Salah satu permasalahan dari sulitnya penelitian jadi produk itu kalau di dalam teori hilirisasi itu death valley, lembah kematian. Jadi biasanya kalau sudah prototipe, itu masih oke. Tapi begitu di ekosistem, kita meng-generalize product, industri, maka kesulitan itu terjadi. Makanya lembah kematian banyak, produk-produk penelitian itu kemudian tidak bisa berlanjut menjadi produk,” paparnya.

Presiden, kata Brian, sangat menekankan pentingnya kemandirian dalam berbagai sektor. Salah satu contoh nyata adalah ketergantungan Indonesia terhadap impor bawang putih yang mencapai 93 persen. Oleh karena itu, riset-riset yang berorientasi pada swasembada pangan menjadi salah satu prioritas utama.

Direktur Jenderal Riset dan Pengembangan (Dirjen Risbang), Fauzan Adziman, menambahkan bahwa kerja sama ini bertujuan untuk mengatasi masalah nasional secara multidisiplin.

“(Prioritasnya) swasembada pangan, swasembada air, aspek hilirisasi, kesehatan, industrialisasi. Hal-hal yang ada di Asta Cita itu semua kita kembangkan, dan juga ada 8 Quick Win program dan 17 prioritas nasional,” ujarnya.

Menurut Fauzan, riset yang dilakukan tidak lagi bersifat sektoral, melainkan melibatkan berbagai bidang ilmu, termasuk teknologi, hukum, dan sosial.

Dukungan untuk Swasembada Pangan dan Energi

Salah satu fokus utama dalam penguatan industri berbasis riset adalah sektor pangan. Fauzan menjelaskan bahwa penguatan swasembada pangan dapat dilakukan melalui teknologi modern, seperti benih unggul, pupuk berkualitas, penggunaan drone, internet of things (IoT), hingga pemanfaatan satelit untuk pemetaan wilayah pertanian yang potensial.

Selain itu, Kemendiktisaintek juga tengah menyiapkan strategi untuk membangun industri semikonduktor dan solar cell di dalam negeri. Brian mengungkapkan bahwa langkah ini diambil untuk mengurangi ketergantungan terhadap impor sekaligus memperkuat industri lokal.

“Nanti kita akan belanja sebanyak ini solar cell. Kenapa nggak kita siapkan aja dari sekarang membangun industri solar cell. Kan sama-sama keluar uang, satu buat belanja, satu buat bikin pabrik,” katanya.

Kemendiktisaintek juga mempertimbangkan pengembangan industri semikonduktor dimulai dari produk yang lebih sederhana, seperti kartu SIM, mengingat tingginya permintaan di Indonesia.

“Kemudian setelah industri solar cell itu, kita akan coba, kemarin kita sempat berdiskusi beberapa kali, dari (bentuk semikonduktor) yang paling kecil (simpel): SIM card dulu. SIM card itu penggunaannya tinggi sekali. Orang Indonesia punya handphone, entah berapa ratus juta. Udah gitu orang Indonesia kan seneng ganti nomer,” ujarnya.

Untuk mewujudkan industri berbasis riset ini, Fauzan mengatakan pihaknya tengah berkoordinasi dengan berbagai BUMN guna memastikan pengembangan produk-produk nasional.

“Karena di BUMN ini banyak alat-alat, komponen-komponen yang diperlukan (ada) di BUMN. Baik itu pembangkit, juga banyak (lainnya) di BUMN, ini kita akan kembangkan supaya produk-produk yang kita gunakan itu produk-produk nasional,” katanya.

Fauzan juga menekankan pentingnya kedaulatan teknologi dan data dalam pengembangan industri di Indonesia.

“Kalau kita menggunakan produk-produk luar, kita harus share data sama mereka, sehingga data-data dan lain-lain itu tidak bisa kita berdaulat atas data sendiri,” jelasnya.

Melalui langkah-langkah ini, Kemendiktisaintek berupaya menciptakan ekosistem riset yang lebih kuat, mendukung pembangunan industri berbasis sains dan teknologi, serta mendorong kemandirian Indonesia di berbagai sektor strategis.

Editor: Akil

spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img

Read more

Local News