Efisiensi Setengah Hati: Pemangkasan Anggaran yang Tak Merata

Share

NUKILAN.id | Indepth – Pemerintah mengambil langkah besar dalam memangkas anggaran belanja kementerian dan lembaga, namun kebijakan ini tampak tidak sepenuhnya demi penghematan, seperti yang diklaim Presiden Prabowo Subianto. Realitas di lapangan menunjukkan adanya ketimpangan dalam penerapannya. Di satu sisi, beberapa kementerian dan lembaga mengalami pemotongan signifikan, sementara di sisi lain, sejumlah institusi strategis tetap mendapatkan anggaran penuh.

Dikutip Nukilan.id dari Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja, pemangkasan anggaran yang ditetapkan sebesar Rp306,6 triliun. Dari total tersebut, Rp256,1 triliun berasal dari belanja kementerian dan lembaga, sedangkan Rp50,5 triliun dikurangi dari transfer ke daerah. Namun, terdapat 17 lembaga negara yang tidak tersentuh pemotongan, di antaranya Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Mahkamah Agung (MA), Kejaksaan Agung, Tentara Nasional Indonesia (TNI), Polri, Badan Intelijen Negara (BIN), serta beberapa institusi strategis lainnya.

Keputusan ini menimbulkan tanda tanya besar. Jika tujuan utama pemangkasan adalah efisiensi dan penghematan guna menekan defisit anggaran, mengapa sektor-sektor dengan belanja terbesar tetap aman dari pemotongan? Mengapa kementerian dan lembaga yang bersentuhan langsung dengan kesejahteraan rakyat justru terkena dampaknya?

Pemangkasan Anggaran Tak Sentuh Pos Besar

Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah, menilai kebijakan pemotongan anggaran kementerian dan lembaga sebagai langkah efisiensi yang masih sarat kepentingan. Dikutip dari Inilah.com, ia menilai kebijakan ini memangkas sejumlah program yang dianggap tumpang tindih, tetapi di saat yang sama, anggaran besar di beberapa sektor tetap tidak tersentuh.

“Ini langkah inovatif progresif, tapi sayangnya tidak diterapkan secara merata. Banyak program yang selama ini dibuat hanya untuk mengakomodasi kepentingan birokrat, jadi wajar jika dihapus. Tapi anehnya, di saat yang sama, belanja pertahanan dan keamanan justru tetap besar,” kata Trubus kepada reporter Inilah.com.

Ia juga mencermati bahwa pemotongan anggaran ini lebih banyak berdampak pada Aparatur Sipil Negara (ASN) yang selama ini memperoleh manfaat dari berbagai program yang didanai APBN, meski program tersebut tidak selalu membawa terobosan baru.

“Kebijakan ini menempatkan kepentingan prioritas di atas segalanya. Namun yang perlu digarisbawahi, belanja pemerintah untuk birokrasi selama ini sudah terlalu besar. Harusnya, anggaran yang dipotong bisa dialihkan ke sektor produktif, bukan justru dipakai untuk belanja populis seperti program makan bergizi gratis yang membutuhkan dana besar,” ujarnya.

Lebih lanjut, Trubus menekankan bahwa persoalan utama bukan hanya soal pemotongan, melainkan bagaimana alokasi anggaran dilakukan. Ia menilai bahwa jika pemerintah benar-benar ingin mengefisiensikan anggaran, kementerian dengan alokasi besar, seperti Kementerian Pertahanan, seharusnya turut mengalami pemangkasan.

“Dalam kondisi tidak ada konflik bersenjata, pengadaan peralatan militer yang berlebihan justru bentuk pemborosan. Sementara sektor kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur yang lebih krusial justru mengalami pemotongan,” kritiknya.

Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen), Suharti, mengungkapkan bahwa kementeriannya mengalami pemotongan anggaran sebesar Rp8 triliun dari total Rp33,5 triliun akibat kebijakan efisiensi yang diterapkan pemerintah.

Menurut Suharti, besaran pemangkasan tersebut diketahui berdasarkan surat resmi dari Kementerian Keuangan.

Menanggapi hal ini, pengamat pendidikan dari Universitas Multimedia Nusantara (UMN), Doni Koesoema, menilai bahwa pengurangan anggaran Kemendikdasmen terlalu besar dan belum tentu berdampak positif terhadap efisiensi. Dikutip dari Labirin.id, ia menekankan bahwa kementerian ini memiliki peran penting dalam membina generasi penerus bangsa.

Doni berharap kebijakan penghematan ini tidak menghambat hak anak dalam memperoleh pendidikan berkualitas. Selain itu, upaya merealisasikan program wajib belajar 13 tahun juga harus tetap berjalan.

“Pemangkasan ini terlalu besar. Penghematan ini belum tentu efisien,” ujar Doni pada 5 Februari lalu.

Efisiensi Namun Tekesan Alokasi Ulang

Pengamat Sosial dari Universitas Indonesia, Rissalwan Handy, menilai bahwa langkah pemangkasan anggaran bukan sekadar strategi untuk menyehatkan APBN, melainkan upaya untuk menutupi defisit yang ditinggalkan pemerintahan sebelumnya. Dikutip dari Inilah.com, ia mengatakab bahwa proyek-proyek besar yang dikebut di era Jokowi, seperti pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN), telah menyerap anggaran dalam jumlah yang sangat besar.

“Sebetulnya efisiensi ini dilakukan bukan untuk menghemat anggaran secara murni, tapi karena negara menghadapi beban keuangan yang luar biasa besar. Pembangunan IKN yang dikejar secara paksa telah meninggalkan defisit anggaran yang harus ditanggung oleh pemerintah sekarang,” kata Rissalwan.

Namun, ia mengingatkan bahwa meskipun pemangkasan anggaran dilakukan secara struktural, tetap ada potensi penyalahgunaan dalam proses pengalokasiannya. Ia menyoroti bahwa kementerian dan lembaga masih memiliki celah untuk menggeser anggaran ke pos-pos lain yang lebih sulit diawasi.

“Biasanya pemangkasan anggaran tidak menghilangkan pemborosan, hanya mengubah bentuknya. Misalnya, pengurangan biaya listrik di kantor kementerian dari Rp500 juta menjadi Rp250 juta. Padahal, sebenarnya pemakaian riil bisa lebih kecil dari angka itu. Jadi tetap ada ruang bagi pihak tertentu untuk bermain dalam pengalokasian anggaran,” jelasnya.

Selain itu, ia juga mempertanyakan dampak kebijakan ini terhadap pelayanan publik. Meskipun pemerintah menegaskan bahwa pemangkasan tidak akan mengganggu layanan masyarakat, ada kekhawatiran bahwa kepala daerah dapat menerjemahkan kebijakan ini secara keliru.

“Seharusnya pemangkasan ini tidak berpengaruh pada layanan administrasi kependudukan, layanan kesehatan, dan pendidikan. Tapi jika kepala daerah menganggap efisiensi berarti mengurangi layanan, ini bisa berbahaya. Pemerintah pusat harus memastikan bahwa implementasi di lapangan tidak mengorbankan hak masyarakat,” tandasnya.

Prabowo dan Inkonsistensi Kebijakan Anggaran

Ketidakkonsistenan dalam pengelolaan anggaran terlihat jelas dalam kebijakan yang diambil oleh Prabowo. Sebagai bagian dari pemerintahan sebelumnya di bawah kepemimpinan Jokowi, ia semestinya memahami tantangan fiskal yang dihadapi Indonesia, terutama dengan besarnya beban utang negara yang mencapai sekitar Rp 800 triliun untuk pembayaran pokok dan bunga pada 2025.

Namun, alih-alih membentuk struktur pemerintahan yang lebih efisien, Prabowo justru memperbesar kabinet dengan 48 menteri, 5 kepala badan, dan 55 wakil menteri. Laporan dari CELIOS menunjukkan, besarnya jumlah pejabat ini berdampak pada meningkatnya anggaran operasional hingga Rp 777 miliar per tahun, naik hampir 50 persen dibandingkan kabinet Jokowi.

Keputusan ini bertolak belakang dengan semangat efisiensi yang ditekankan dalam Inpres No 1/2025. Jika efisiensi benar-benar menjadi prioritas, mengapa struktur kabinet justru semakin membengkak? Mengapa pemangkasan anggaran tidak dilakukan secara merata di seluruh instansi pemerintah?

Pengamat kebijakan publik Trubus Rahardiansyah menegaskan bahwa penghematan anggaran harus dilakukan secara transparan dan difokuskan pada sektor-sektor yang benar-benar membutuhkan.

Dikutip dari Inilah.com, langkah pemangkasan anggaran yang diambil pemerintah saat ini lebih mencerminkan pergeseran alokasi anggaran daripada upaya efisiensi yang sesungguhnya.

Dengan tetap mempertahankan anggaran penuh bagi sektor-sektor tertentu, sementara sektor lainnya mengalami pemotongan, kebijakan ini lebih terlihat sebagai strategi realokasi anggaran daripada penghematan yang nyata.

“Jangan sampai efisiensi hanya berlaku bagi kementerian yang tidak memiliki akses politik kuat, sementara lembaga-lembaga strategis tetap diberi anggaran jumbo. Jika seperti ini, pemangkasan anggaran hanya menjadi instrumen politik, bukan kebijakan yang benar-benar menyelamatkan keuangan negara,” ujar Trubus. (XRQ)

Reporter: Akil

spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img

Read more

Local News