Gubernur Aceh Hapus Barcode BBM: Demi Kenyamanan Masyarakat

Share

NUKILAN.idBanda Aceh – Kebijakan penggunaan barcode dalam pengisian bahan bakar minyak (BBM) kembali menjadi perbincangan hangat di Aceh. Setelah tiga tahun diterapkan, sistem ini menuai berbagai polemik di kalangan masyarakat. Menanggapi hal tersebut, Gubernur Aceh Muzakir Manaf menegaskan pencabutan aturan barcode BBM di seluruh wilayah Aceh.

Dalam setiap sambutannya saat menghadiri pelantikan kepala daerah di berbagai kabupaten dan kota, pria yang akrab disapa Mualem ini berulang kali menyampaikan komitmennya untuk menghapus sistem barcode. Menurutnya, sistem tersebut menghilangkan fleksibilitas petugas SPBU dalam melayani masyarakat.

“Barcode itu membentuk petugas SPBU kaku tak memiliki pertimbangan dan rasa simpati,” ujar Mualem saat berada di ruang VIP Dewan Perwakilan Rakyat Kota Subulussalam, usai melantik Wali Kota setempat, Rabu (12/2/2025).

Mualem menyoroti sejumlah kejadian di lapangan yang menurutnya cukup memprihatinkan. Ia mengisahkan pengalaman dua warga yang harus mendorong mobil pikap mereka hingga ke SPBU karena kehabisan BBM, tetapi tetap tidak dapat dilayani akibat tidak memiliki barcode.

“Sistemnya dibangun untuk menjadikan orang seperti robot, tak ada empati dengan lelahnya dua orang tadi mendorong mobilnya yang kehabisan BBM, tak ada belas kasihan. Seharusnya, petugas SPBU bisa mengisi Rp100 ribu atau Rp200 ribu agar pemilik kendaraan bisa pulang ke rumah tanpa harus mendorong mobil. Tapi, karena sistem yang dibangun, para petugas bertindak seolah robot, tak ada rasa kasihan, tak ada simpati,” kata Mualem.

Tak hanya melihat peristiwa di masyarakat, Mualem pun mengaku pernah mengalami kendala serupa. Ia bercerita saat kendaraannya kehabisan BBM di tengah perjalanan dan tidak bisa mengisi bahan bakar karena tidak memiliki barcode yang sesuai dengan jenis BBM kendaraannya.

“Mobil saya menggunakan pertamax dan kehabisan BBM. Saat saya ke SPBU, BBM jenis pertamax kosong, pertamax turbo tidak tersedia. Saya minta diisikan pertalite, secukupnya saja agar saya bisa melanjutkan perjalanan pulang ke rumah. Tapi petugas SPBU menolak karena saya tidak memiliki barcode. Aturannya terlalu kaku,” ungkapnya.

Mualem menambahkan, aturan barcode juga menjadi pemicu berbagai konflik di sejumlah daerah di luar Aceh, antara petugas SPBU dan konsumen yang tidak dapat dilayani akibat regulasi yang ketat.

“Jadi, penghapusan barcode adalah salah satu solusi menghilangkan konflik di SPBU dan membuat nyaman masyarakat khususnya konsumen dan petugas SPBU,” tegasnya.

Keputusan ini mendapat beragam tanggapan dari masyarakat. Sebagian besar pengguna kendaraan berharap kebijakan baru ini dapat segera diterapkan agar distribusi BBM menjadi lebih fleksibel dan tidak menyulitkan masyarakat di saat darurat. Namun, ada pula yang menilai bahwa barcode tetap dibutuhkan untuk memastikan distribusi BBM lebih terkontrol dan tepat sasaran.

Kini, masyarakat Aceh menantikan langkah selanjutnya dari pemerintah daerah dalam menindaklanjuti kebijakan ini serta memastikan pasokan BBM tetap berjalan lancar tanpa hambatan administratif yang berlebihan.

Editor: Akil

spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img

Read more

Local News