NUKILAN.id | Tapaktuan – Kasus kekerasan seksual terhadap anak dan meningkatnya ancaman perilaku menyimpang di Aceh kian menjadi sorotan. Banyak pihak menilai perlunya kebijakan hukum yang lebih kuat untuk memberikan perlindungan maksimal kepada korban serta memastikan efek jera bagi pelaku. Salah satu suara yang mengemuka adalah dari Gusmawi Mustafa, Koordinator Wilayah Barat Yayasan Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Rumoh Putroe Aceh, yang mendorong revisi Qanun Jinayat sebagai solusi konkret dalam menghadapi persoalan ini.
Perlunya Revisi Qanun Jinayat yang Lebih Kuat
Dalam wawancara eksklusif, Gusmawi Mustafa menekankan bahwa hukuman bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak harus diperberat. Menurutnya, aturan yang ada saat ini masih memiliki celah yang memungkinkan pelaku lolos dari hukuman maksimal.
“Kami sering menangani kasus yang melibatkan anak-anak sebagai korban. Ini bukan hanya kejahatan terhadap individu, tetapi juga ancaman bagi masyarakat Aceh secara keseluruhan. Oleh karena itu, Qanun Jinayat harus direvisi agar lebih tegas dalam menghukum pelaku,” tegas Gusmawi.
Selain itu, ia juga menyoroti ancaman perilaku homoseksual yang dianggap bertentangan dengan nilai-nilai Syariat Islam dan perlu mendapatkan perhatian serius dalam revisi qanun tersebut.
Usulan Hukuman yang Lebih Tegas
Agar efek jera dapat dirasakan, Gusmawi Mustafa mengusulkan sejumlah hukuman yang lebih berat dan komprehensif bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak. Beberapa di antaranya meliputi:
- Hukuman Cambuk dan Penjara Seumur Hidup – Pelaku kekerasan seksual yang tergolong berat atau dilakukan berulang kali harus dihukum cambuk dengan jumlah yang diperberat serta dikenakan penjara seumur hidup.
- Hukuman Kebiri dengan Mekanisme Khusus – Jika hukuman kebiri tetap dimasukkan dalam revisi, harus ada mekanisme yang jelas, termasuk persetujuan medis, rekomendasi psikolog, serta keputusan hakim syariah agar tetap sesuai dengan prinsip keadilan dalam Islam.
- Penyitaan Harta dan Denda Besar – Pelaku harus diberikan hukuman tambahan berupa denda berat, yang dananya dialokasikan untuk rehabilitasi korban dan keluarganya.
- Pengasingan dan Kerja Sosial Paksa – Sebagai hukuman tambahan, pelaku dapat dikenakan pengasingan ke daerah tertentu atau diwajibkan menjalani kerja sosial berat sebagai bentuk hukuman ta’zir.
- Rehabilitasi Kejiwaan dan Pemantauan Ketat – Setelah menjalani hukuman, pelaku wajib mengikuti rehabilitasi psikologis dan bimbingan agama, dengan pemantauan ketat dari aparat berwenang untuk mencegah potensi pengulangan tindak kejahatan.
Pencegahan dengan Edukasi dan Pengawasan
Namun, Gusmawi Mustafa menegaskan bahwa revisi Qanun Jinayat tidak cukup hanya mengandalkan hukuman yang berat, tetapi juga harus memperkuat upaya pencegahan. Edukasi dan pengawasan yang lebih ketat menjadi kunci utama dalam menekan angka kekerasan seksual terhadap anak.
“Revisi Qanun Jinayat tidak hanya soal hukuman berat, tapi juga harus memperkuat sistem pencegahan. Edukasi kepada masyarakat, peran orang tua dalam mengawasi anak, serta penguatan ajaran agama harus menjadi prioritas,” ujarnya.
Menurutnya, P2TP2A terus berupaya melakukan sosialisasi dan advokasi agar masyarakat lebih sadar akan bahaya kejahatan seksual serta cara melindungi anak-anak dari ancaman tersebut.
Harapan terhadap Revisi Qanun Jinayat
Gusmawi Mustafa berharap revisi Qanun Jinayat dapat segera diselesaikan dan diterapkan dengan maksimal, sehingga tidak ada lagi celah hukum yang dimanfaatkan pelaku untuk lolos dari jerat keadilan.
“Kami ingin melihat Aceh menjadi contoh dalam penegakan Syariat Islam yang kuat dan berkeadilan. Jangan sampai ada celah hukum yang membuat pelaku merasa bisa lolos dari hukuman. Kita harus bersatu untuk melindungi generasi masa depan Aceh,” tegasnya.
Diharapkan, revisi Qanun Jinayat dapat menjadi langkah strategis dalam memperkuat hukum Islam di Aceh, sekaligus memberikan perlindungan maksimal bagi perempuan dan anak dari tindak kejahatan seksual serta perilaku yang bertentangan dengan nilai-nilai agama dan budaya.
Editor: Akil