Mengenal Teuku Muhammad Hasan: Putra Aceh yang Menjadi Gubernur Pertama Sumatera

Share

NUKILAN.id | Banda Aceh – Teuku Muhammad Hasan merupakan sosok penting dalam sejarah Indonesia, terutama di wilayah Sumatera. Ia diangkat sebagai Gubernur Sumatera I pada 22 Agustus 1945, tak lama setelah kemerdekaan Indonesia diproklamasikan. Saat itu, Medan ditetapkan sebagai ibu kota provinsi yang ia pimpin.

Dikutip Nukilan.id dari beberapa sumber, Teuku Muhammad Hasan lahir pada 4 April 1906 di Sigli, Aceh, Teuku Muhammad Hasan memiliki nama kecil Teuku Sarong. Ayahnya, Teuku Bintara Pineung Ibrahim, merupakan seorang Ulee Balang di Pidie, sementara ibunya bernama Tjut Manyak. Sejak kecil, ia telah menunjukkan ketertarikan pada dunia pendidikan dan kebangsaan.

Peran dalam Pemerintah Darurat Republik Indonesia

Ketika Agresi Militer Belanda II terjadi, ibu kota Republik Indonesia di Yogyakarta jatuh ke tangan Belanda. Situasi ini membuat Belanda berulang kali menyiarkan kabar bahwa Republik Indonesia telah bubar, terutama setelah tokoh-tokoh utama seperti Soekarno, Mohammad Hatta, dan Sutan Syahrir ditangkap.

Menyikapi kondisi ini, pada 19 Desember 1948, Mr. Syafruddin Prawiranegara bersama Kolonel Hidayat mengunjungi Teuku Muhammad Hasan di kediamannya di Bukittinggi. Mereka segera menggelar perundingan dan memutuskan untuk meninggalkan kota tersebut menuju Halaban, sebuah perkebunan teh yang berjarak 15 km dari Payakumbuh.

Di sana, sejumlah tokoh berkumpul dan pada 22 Desember 1948, mereka sepakat membentuk Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI). Dalam susunan pemerintahan darurat ini, Syafruddin Prawiranegara ditunjuk sebagai Ketua PDRI, sementara Teuku Muhammad Hasan menjabat sebagai Wakil Ketua sekaligus Menteri Pertahanan, Menteri Penerangan, dan Menteri Luar Negeri ad interim.

Pendidikan dan Kiprah di Bidang Akademik

Teuku Muhammad Hasan mengawali pendidikannya di Sekolah Rakyat (Volksschool) di Lampoeh Saka pada 1914–1917. Kemudian, ia melanjutkan ke Europeesch Lagere School (ELS) pada 1924 dan meneruskan ke Koningen Wilhelmina School (KWS) di Batavia.

Setelah menamatkan pendidikan hukumnya di Rechtschoogeschool, ia memutuskan melanjutkan studi ke Leiden University di Belanda. Selama di negeri kincir angin, Hasan bergabung dengan Perhimpunan Indonesia, sebuah organisasi yang dipelopori oleh Mohammad Hatta dan kawan-kawan. Ia aktif dalam berbagai kegiatan politik dan akhirnya meraih gelar Meester in de Rechten (Master of Laws) pada 1933.

Kembali ke Tanah Air dan Dedikasi di Dunia Pendidikan

Sekembalinya ke Indonesia pada 1933, ia mengalami pemeriksaan ketat di Pelabuhan Ulee Lheue, Kutaraja, karena dicurigai membawa buku-buku yang berisi paham pergerakan nasionalis. Meski demikian, ia tetap berkomitmen untuk membangun pendidikan di Aceh. Pada 11 Juli 1937, ia mendirikan Perguruan Taman Siswa di Kutaraja, yang kemudian berkembang dengan membuka empat sekolah: Taman Anak, Taman Muda, Taman Antara, dan Taman Dewasa.

Dengan pengalaman yang luas di bidang pendidikan, Hasan kemudian hijrah ke Batavia dan bekerja di Departemen Pendidikan serta kantor Voor Bestuurshervarming Buitengewesten. Pada 1938, ia kembali ke Medan untuk bekerja di kantor Gubernur Sumatera hingga 1942.

Selain sebagai seorang birokrat, Teuku Muhammad Hasan juga dikenal sebagai tokoh Aceh yang memiliki kesadaran nasionalisme tinggi. Keaktifannya dalam pergerakan nasional membawanya menjadi anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada 7 Agustus 1945, yang diketuai oleh Ir. Soekarno.

Penghargaan dan Warisan Sejarah

Atas jasa-jasanya, pada tahun 1990 Universitas Sumatera Utara menganugerahkan gelar Doctor Honoris Causa kepada Teuku Muhammad Hasan. Kemudian, melalui Keputusan Presiden Nomor 085/TK/Tahun 2006 tertanggal 3 November 2006, ia resmi dinobatkan sebagai Pahlawan Nasional.

Sebagai bentuk penghormatan atas kontribusinya, namanya diabadikan menjadi salah satu jalan utama di Banda Aceh, yakni Jalan Mr. Teuku Muhammad Hasan. Warisannya dalam dunia pendidikan dan perjuangan kemerdekaan tetap dikenang hingga kini, menjadikannya salah satu putra terbaik yang pernah dimiliki Aceh dan Indonesia. (XRQ)

Reporter: Akil

spot_img
spot_img
spot_img

Read more

Local News