NUKILAN.id | Banda Aceh – Penjabat (Pj) Gubernur Aceh, Safrizal ZA, meminta seluruh kepala desa di Aceh untuk aktif menyosialisasikan prosedur resmi bagi warga yang ingin bekerja di luar negeri. Langkah ini diambil menyusul insiden penembakan yang menimpa pekerja migran asal Aceh oleh aparat keamanan Malaysia.
“Jangan ada lagi jatuh korban-korban lain, apakah itu trafiking atau kekerasan. Ini adalah kewajiban kita semua untuk mengimbau masyarakat,” ujar Safrizal di Masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh, Jumat (31/1/2025).
Ia menekankan pentingnya menempuh jalur resmi dalam bekerja ke luar negeri untuk menghindari risiko yang membahayakan keselamatan para pekerja migran. Oleh karena itu, Safrizal menginstruksikan bupati, wali kota, camat, hingga kepala desa untuk membantu menyebarkan informasi terkait prosedur yang aman.
“Sampaikan bahwa jika ingin bekerja di luar negeri, tempuhlah prosedur formal yang tersedia. Cek dan ricek badan jasa atau pemberi jasa yang menawarkan bantuan perjalanan ke luar negeri,” tambahnya.
Peringatan Bahaya Perjalanan Ilegal
Safrizal menegaskan bahwa berangkat ke luar negeri melalui jalur ilegal berisiko tinggi dan dapat merugikan calon pekerja. Oleh karena itu, ia meminta agar informasi ini disampaikan hingga ke tingkat desa agar masyarakat memahami dampaknya.
Terkait insiden penembakan Pekerja Migran Indonesia (PMI) di Malaysia, Safrizal mengaku terus berkoordinasi dengan Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia/Badan Hukum Indonesia (PWNI/BHI) Kementerian Luar Negeri, Yudha Nugraha. Hingga informasi terakhir, dua warga Aceh yang menjadi korban masih menjalani perawatan di rumah sakit Malaysia.
“Kita sedang menunggu kabar mengenai proses selanjutnya. Kita akan membantu proses pemulangan, atau jika perlu, akan ada proses hukum. Kita mengikuti perkembangan yang terjadi,” ujar Safrizal.
Pemerintah Aceh juga meminta Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) dan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Kuala Lumpur untuk memastikan hak-hak korban terpenuhi, termasuk biaya perawatan mereka hingga sembuh.
“Kita meminta KBRI dan Kemenlu untuk memastikan terpenuhinya hak-hak mereka, serta membiayai perawatan mereka di rumah sakit hingga sembuh,” katanya.
Selain itu, Safrizal mendesak Kemenlu agar menekan otoritas Malaysia untuk melakukan investigasi menyeluruh terkait insiden tersebut, termasuk kemungkinan adanya penggunaan kekuatan berlebihan oleh aparat setempat.
“Dalam hal ini, kita minta KBRI Kuala Lumpur untuk terus mengumpulkan informasi lebih lengkap guna mendapatkan konstruksi kejadian yang lebih jelas, dan meminta retainer lawyer KBRI untuk mengkaji serta menyiapkan langkah hukum,” pungkasnya.
Insiden Penembakan di Perairan Malaysia
Sebelumnya, insiden penembakan terjadi pada Jumat (24/1/2025) pukul 03.00 waktu setempat, ketika lima pekerja migran Indonesia ditembak oleh Agensi Penguatkuasa Maritim Malaysia (APMM) di perairan Tanjung Rhu, Malaysia. Peristiwa itu menyebabkan satu orang tewas dan empat lainnya mengalami luka-luka.
Wakil Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia, Christina Aryani, mengungkapkan bahwa insiden itu bermula saat patroli APMM menemukan sebuah kapal yang mengangkut lima PMI melintas di wilayah perairan tersebut.
Editor: Akil