NUKILAN.id | Jakarta — Kementerian Agama (Kemenag) menanggapi usulan penggunaan dana zakat, infak, dan sedekah (ZIS) untuk mendanai program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang diinisiasi pemerintah. Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kemenag Kamaruddin Amin menyatakan bahwa kajian mendalam diperlukan sebelum kebijakan ini diambil.
“Apakah MBG ini menjadi prioritas penyaluran dana zakat, infak, sedekah tentu harus dikaji secara bijak dan menyeluruh,” kata Kamaruddin dikutip dari CNNIndonesia.com, Kamis (16/1/2025).
Ia menambahkan, secara prinsip, penggunaan dana zakat untuk membantu siswa kurang mampu bisa dilakukan. Hal ini sesuai dengan ketentuan bahwa siswa dari keluarga tidak mampu termasuk dalam golongan yang berhak menerima manfaat zakat.
“Prinsipnya memungkinkan, karena siswa siswi dan santri, apalagi siswa siswi tidak mampu,” lanjutnya.
Meski demikian, Kamaruddin menegaskan bahwa saat ini program MBG belum menjadi bagian dari kegiatan resmi Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) maupun lembaga amil zakat lainnya. Sejauh ini, pendanaan program tersebut sepenuhnya disiapkan oleh pemerintah melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
“Dan MBG ini kan sudah disiapkan anggarannya oleh pemerintah melalui APBN,” kata dia.
Usulan Ketua DPD RI
Sebelumnya, Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Sultan B Najamuddin mengusulkan agar program MBG dapat memanfaatkan dana zakat untuk meningkatkan pelibatan masyarakat. Menurutnya, ini bisa menjadi langkah inovatif agar pendanaan tidak hanya bergantung pada APBN.
“Saya melihat ada DNA dari negara kita, dari masyarakat Indonesia itu kan dermawan, gotong royong. Nah kenapa enggak ini justru kita manfaatkan juga,” ujar Sultan.
Ia juga mendorong agar keterlibatan publik dapat distimulasi lebih luas, termasuk melalui penghimpunan dana zakat.
“Contoh bagaimana kita menstimulus agar masyarakat umum pun terlibat di program makan bergizi gratis ini. Di antaranya adalah saya kemarin juga berpikir kenapa enggak ya zakat kita yang luar biasa besarnya juga kita mau libatkan ke sana. Itu salah satu contoh,” tambahnya.
Sikap PBNU dan MUI
Merespons isu ini, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya menilai lebih tepat menggunakan dana infak dan sedekah daripada zakat untuk mendukung program MBG. Ia mengingatkan bahwa pemanfaatan dana zakat harus sesuai ketentuan fikih yang membatasi penerima manfaat hanya kepada delapan kelompok atau asnaf yang ditentukan.
“Saya kira kalau zakat ini mungkin perlu lebih dirinci. Karena zakat ini harus diterima oleh kelompok-kelompok yang spesifik yang di dalam wacana fikih sebagai kelompok-kelompok yang menjadi target yang diperbolehkan menerima zakat, tidak semua orang boleh ikut menerima,” jelasnya.
Menurut Gus Yahya, jika penggunaan zakat difokuskan untuk anak-anak miskin, hal itu dapat dibenarkan. Namun, cakupan program MBG yang lebih luas, meliputi seluruh siswa, ibu hamil, dan balita, perlu dikelompokkan secara lebih spesifik agar sesuai dengan delapan asnaf yang ditetapkan syariat.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga meminta agar wacana penggunaan dana zakat untuk program MBG dikaji ulang. Hal ini penting demi memastikan penerapan yang sesuai dengan prinsip syariat dan tepat sasaran.
Isu penggunaan dana ZIS untuk program sosial seperti MBG terus memicu perdebatan. Para pemangku kepentingan diharapkan dapat merumuskan kebijakan yang seimbang antara kebutuhan masyarakat dan kaidah agama.
Editor: Akil