NUKILAN.id | Indepth – Nama “Geng 9” atau “The Gang of Nine” mulai dikenal publik di era 1990-an, merujuk pada sekelompok pengusaha yang diduga memiliki kekuatan besar dalam berbagai lini bisnis. Istilah ini pertama kali muncul dari cerita Anton Medan, seorang mantan perampok dan bandar judi yang kemudian bertobat. Dalam wawancaranya dengan Tempo, Nukilan.id, mendapati bahwa Anton memaparkan jaringan ini, yang melibatkan beberapa nama besar, seperti Tommy Winata dan Sugianto Kusuma alias Aguan. Cerita ini menjadi bagian dari laporan investigasi Tempo berjudul “Tommy Winata: Anatomi Kolusi Pengusaha-Militer” yang terbit pada 6 Juni 1999.
Jejak Geng 9 dan Hubungannya dengan Sembilan Naga
Menurut Anton Medan, anggota Geng 9 meliputi Tommy Winata, Sugianto Kusuma (Aguan), Yor Rahmatna, Edinadi Kumala, Tanu Widjaja, Karsa J Kusuma, dan beberapa nama lain. Namun, daftar ini berbeda dari kelompok yang belakangan dikenal sebagai “Sembilan Naga,” kumpulan taipan yang disebut menguasai perekonomian Indonesia.
Nama-nama yang sering diasosiasikan dengan Sembilan Naga antara lain Robert Budi Hartono (pemilik Grup Djarum), Rusdi Kirana (Grup Lion Air), Edwin Suryajaya (Grup Astra), Sofjan Wanandi (Grup Santini), Jakob Oetama (Grup Kompas Gramedia), James Riyadi (Grup Lippo), Anthoni Salim (Grup Salim), serta dua nama dari Geng 9: Tommy Winata dan Aguan. Meski demikian, tidak semua anggota Geng 9 otomatis masuk dalam daftar Sembilan Naga.
Sugianto Kusuma alias Aguan: Godfather Geng 9?
Sugianto Kusuma, atau lebih dikenal sebagai Aguan, kerap disebut sebagai sosok sentral dalam Geng 9. Ia adalah pemilik Agung Sedayu Group, salah satu konglomerasi properti terbesar di Indonesia. Karir Aguan dimulai pada 1970-an sebagai importir barang elektronik. “Apa saja saya impor asal jadi uang,” katanya dikutip dari Berita Tempo pada 26 November 2024.
Bisnis properti Aguan mulai melesat pada era 1990-an saat ia bermitra dengan Trihatma Kusuma Haliman dari Agung Podomoro Group. Bersama, mereka mengembangkan kawasan-kawasan strategis seperti Kelapa Gading dan Mangga Dua Square di Jakarta. Nama Agung Sedayu sendiri diambil dari tokoh pendekar silat dalam novel Api di Bukit Menoreh karya SH Mintardja.
Aguan juga terlibat dalam proyek reklamasi Pantai Utara Jakarta melalui PT Kapuk Naga Indah. Perusahaan ini awalnya dimiliki oleh Anthoni Salim, tetapi diambil alih oleh Aguan pada 1998 akibat krisis moneter. Proyek ini sempat menuai kontroversi, terutama terkait kasus suap kepada pejabat pemerintah.
Tommy Winata: Murid dan Mitra Aguan
Tommy Winata, pendiri Artha Graha Group, menyebut Aguan sebagai mentornya. Dalam wawancara dengan Tempo pada 1999, Tommy mengatakan, “Pak Aguan adalah senior saya. Beberapa keputusan bisnis penting selalu saya konsultasikan kepadanya.”
Tommy sendiri dikenal sebagai figur penting dalam kolaborasi pengusaha dan militer di era Orde Baru. Namanya mencuat dalam kasus pengambilalihan Bank Arta Prima yang melibatkan dugaan kolusi dengan Bank Indonesia.
Kiprah Aguan di Era Jokowi dan Prabowo
Di era pemerintahan Joko Widodo, Aguan kembali menjadi sorotan karena keterlibatannya dalam proyek reklamasi dan pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN). Aguan menjadi bagian dari Konsorsium Nusantara yang menghimpun pengusaha untuk membangun berbagai proyek strategis, termasuk hotel bintang lima dan taman botani di IKN.
Dikutip dari Tempo, Aguan mengaku proyek ini dikerjakan atas permintaan Presiden. “Kami diminta mengerjakan dalam sembilan bulan, dan proyeknya harus jadi. Kami babak belur,” ujarnya.
Selain itu, Aguan terlibat dalam program pembangunan tiga juta rumah yang dicanangkan Presiden Prabowo Subianto. Ia menjadi sponsor utama proyek 250 unit rumah gratis di Tangerang.
“Kerja seperti ini buat kami tidak asing. Sepuluh tahun lalu sudah kami jalani,” kata Aguan, merujuk pada rumah susun Cinta Kasih yang ia bangun bersama Yayasan Buddha Suci.
Kontroversi dan Penolakan Gelar “Naga”
Meski sering dikaitkan dengan istilah “Sembilan Naga,” baik Aguan maupun Tommy Winata menolak sebutan tersebut. Dalam wawancara dengan Tempo pada 2023, Tommy mengatakan, “Saya tak pernah terpikir, mungkin salah satu cacing.” Hal serupa diungkapkan Aguan. “Kami ini cuma cacing,” ujarnya.
Namun, fakta menunjukkan bahwa keduanya memiliki pengaruh besar dalam dunia bisnis dan relasi dengan pemerintah. Dari proyek reklamasi hingga IKN, nama Aguan dan Tommy selalu ada di pusaran isu-isu strategis nasional.
Jejak dan Warisan
Cerita tentang Geng 9 dan Sembilan Naga mencerminkan kompleksitas hubungan antara bisnis, kekuasaan, dan politik di Indonesia. Meski para tokoh ini menolak label yang diberikan, pengaruh mereka sulit disangkal. Dengan kontroversi dan kontribusi yang terus menghiasi perjalanan mereka, publik tetap bertanya: sejauh mana kekuatan mereka memengaruhi wajah perekonomian Indonesia? (XRQ)
Penulis: Akil Rahmatillah