NUKILAN.id | Banda Aceh – Anak adalah aset masa depan bangsa, tetapi laporan terbaru dari Yayasan Bantuan Hukum Anak (YBHA) Peutuah Mandiri mengungkapkan bahwa tidak semua daerah di Aceh mampu menciptakan lingkungan yang layak anak. Dari 23 kabupaten/kota di Aceh, tujuh daerah dilaporkan belum memenuhi standar Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA), sebuah sistem pembangunan yang menjamin pemenuhan hak anak secara menyeluruh dan berkelanjutan.
Direktur YBHA, Rudy Bastian, menjelaskan bahwa penilaian wilayah layak anak ini mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 25 Tahun 2021 tentang Kebijakan Kabupaten/Kota Layak Anak. Tujuh kabupaten/kota yang dinyatakan tidak layak anak meliputi Aceh Selatan, Aceh Tamiang, Aceh Timur, Aceh Utara, Gayo Lues, Pidie Jaya, dan Kota Subulussalam.
“Kebijakan ini mendorong pemerintah daerah untuk berkomitmen melindungi, memenuhi, dan memajukan hak anak. Namun, beberapa daerah belum mampu memenuhi standar yang telah ditetapkan,” ujar Rudy dalam pernyataannya pada Jumat (13/12/2024).
Meski ada sejumlah daerah yang tertinggal, laporan tersebut juga mencatat beberapa kabupaten/kota yang telah menunjukkan kemajuan. Sepuluh daerah, seperti Aceh Barat, Aceh Barat Daya, Bireuen, dan Simeulue, berhasil mencapai predikat Pratama.
Sementara itu, lima daerah lainnya—termasuk Aceh Besar dan Lhokseumawe—meraih predikat Madya, menandakan langkah yang lebih baik dalam pembangunan wilayah ramah anak. Kota Banda Aceh menjadi satu-satunya daerah di Aceh yang berhasil mencapai predikat Nindya, sebuah pencapaian yang menunjukkan tingginya komitmen dalam pemenuhan hak dan perlindungan anak.
Rudy menekankan bahwa untuk menciptakan daerah layak anak, diperlukan kolaborasi lintas sektor yang melibatkan pemerintah daerah, masyarakat, dan berbagai pemangku kepentingan.
“Ini bukan hanya tugas pemerintah. Semua pihak harus bersinergi untuk menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi anak-anak,” jelasnya.
Menurut Rudy, daerah-daerah yang belum mencapai standar KLA perlu meningkatkan komitmen melalui penguatan kebijakan, anggaran, dan program yang lebih berpihak pada anak. Kolaborasi dengan komunitas dan organisasi juga dianggap penting untuk mempercepat upaya tersebut.
Keberhasilan Kota Banda Aceh meraih predikat Nindya disebut Rudy sebagai bukti bahwa daerah lain di Aceh juga memiliki peluang untuk mengejar ketertinggalan. Dengan perencanaan yang matang dan komitmen yang serius, daerah-daerah yang saat ini belum layak anak diharapkan dapat segera bertransformasi.
“Semoga apa yang dicapai Banda Aceh bisa menjadi inspirasi bagi daerah lain. Kita semua memiliki tanggung jawab untuk memastikan anak-anak tumbuh dalam lingkungan yang mendukung hak mereka,” pungkas Rudy.
Laporan ini menjadi pengingat bahwa upaya menciptakan Aceh yang ramah anak masih panjang, tetapi bukan tidak mungkin untuk diwujudkan. Di tengah tantangan yang ada, semangat dan kolaborasi berbagai pihak adalah kunci menuju masa depan yang lebih baik bagi anak-anak di Serambi Mekkah.
Editor: Akil