Nukilan.id – Vokalis grub band Nyawoung, Cut Aja Rizka mengatakan perjalanan musik Nyawoung di masa konflik bersenjata dulu dimulai sebelum pemberlakuan Darurat Militer di Aceh, yaitu pada tahun 1999 saat Aceh masih berstatus sebagai Daerah Operasi Militer (DOM). Di saat-saat mencekam itu, grup band Nyawoung menerbitkan album tentang peristiwa pelanggaran HAM yang terjadi di Aceh.
“Saya bertemu dengan Bang Joe Samalanga (produser Nyawoung) di Jakarta. Saya juga bertemu dengan Drs Nurdin Daud, beliau adalah penulis lagu Dodaidi yang kebetulan juga dosen tari di Institut Kesenian Jakarta. Kita bertemu di Taman Ismail Marzuki, bercerita, dan berniat menerbitkan album Nyawoung ini,” ujar Cut Aja Rizka dalam diskusi pameran dan pertunjukan musik yang merekam pelanggaran HAM yang dibredel pada masa konflik Aceh dengan tema “Lorong Ingatan”di pelataran KontraS Aceh, Lamlagang, Kecamatan Banda Raya, Banda Aceh, Selasa (10/12/2024).
Cut Aja menceritakan, sebagai orang Aceh yang saat itu tinggal di Jakarta, dia tidak merasakan langsung bagaimana penderitaan masyarakat Aceh yang berada dalam status DOM dan konflik bersenjata. Ia hanya mendengarkan cerita dari teman-teman dan keluarganya yang masih tinggal di Aceh saat itu.
“Seperti apa ya, mungkin generasi sekarang nggak bisa membayangkan ya. Ketika masa itu, walaupun tinggal di luar Aceh, ada rasa cemas itu pasti, apalagi keluarga di sini (di Aceh). Saya pulang-pergi ke Aceh dari Jakarta karena semua keluarga saya masih di Aceh Waktu itu,” kata Cut Aja.
Dia menyebutkan, walaupun tidak berada langsung di Aceh, dirinya tetap merasakan bagaimana pedihnya penderitaan masyarakat Aceh saat itu. Perasaan itulah yang tertuang dalam lagu-lagu Nyawoung sehingga setiap lagunya memiliki ikatan emosional dan gejolak jiwa tersendiri, baik bagi yang menyanyikan maupun yang mendengarkannya. []
Reporter: Sammy