NUKILAN.id | Banda Aceh – Pemerintah Aceh terus mengupayakan agar plasma nutfah dari berbagai komoditas perkebunan di daerah ini dapat diakui sebagai varietas unggul nasional. Hal ini ditegaskan oleh Plt Sekretaris Daerah (Sekda) Aceh, Muhammad Diwarsyah, dalam peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Perkebunan ke-67 yang digelar di Banda Aceh, Minggu (8/12/2024).
“Kami berharap plasma nutfah dari Aceh mampu menjadi komoditas unggul nasional,” ujar Diwarsyah.
Menurutnya, beberapa komoditas unggulan Aceh seperti kelapa dalam Lampanah Aceh Besar, Kopi Gayo Arabika I, II, dan III, hingga Lada Lamkuta I dari Bireuen, telah mendapat pengakuan di tingkat nasional. Namun, upaya ini tidak boleh berhenti sampai di situ.
Plasma nutfah, lanjut Diwarsyah, harus diperkuat dengan pembangunan kebun sumber benih guna memastikan ketersediaannya. Ia menegaskan, Pemerintah Aceh mendukung penuh inovasi dan kreativitas Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) Aceh dalam mengembangkan sektor ini.
“Kami siap mendukung segala langkah yang memberikan kontribusi terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat,” katanya.
Sekda juga meminta insan pertanian dan perkebunan untuk terus melakukan pendampingan kepada para petani, agar pengembangan komoditas tidak hanya meningkatkan produksi tetapi juga berdampak langsung pada kesejahteraan.
Distanbun Aceh diminta menyiapkan strategi pengembangan komoditas dari hulu hingga hilir. Pendekatan ini diharapkan mampu meningkatkan nilai tambah produk perkebunan Aceh, yang pada akhirnya dapat mengentaskan kemiskinan dan pengangguran.
Pemerintah Aceh, melalui dokumen roadmap kelapa sawit berkelanjutan 2023-2045 dan Rencana Aksi Daerah Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Aceh (RAD KSB) 2023-2026, telah menetapkan arah pembangunan yang terintegrasi. Langkah ini diperkuat dengan diterbitkannya Peraturan Gubernur (Pergub) Aceh Nomor 17 Tahun 2024.
“Pendekatan ini adalah bagian dari visi Aceh Islami, maju, damai, dan sejahtera,” jelas Diwarsyah.
Dengan total luas lahan perkebunan mencapai 1,07 juta hektare, sektor ini memberikan kontribusi signifikan terhadap perekonomian Aceh. Dari luas tersebut, kelapa sawit mendominasi dengan 470.827 hektare, sementara 607.901 hektare lainnya digunakan untuk komoditas lain seperti kakao, kopi, dan lada.
Perkebunan rakyat mencakup 247.102 hektare, sementara perkebunan besar mencapai 223.725 hektare. Di sisi pengolahan, Aceh memiliki 61 pabrik kelapa sawit yang tersebar di 12 kabupaten/kota.
Diwarsyah menegaskan pentingnya praktik perkebunan yang bertanggung jawab secara sosial dan lingkungan, selaras dengan visi pertumbuhan ekonomi hijau.
“Distanbun Aceh harus memastikan komitmen ini berjalan dengan baik, untuk menjaga keberlanjutan lingkungan dan meningkatkan daya saing ekonomi daerah,” ujarnya.
Dengan langkah ini, Pemerintah Aceh berharap plasma nutfah dari tanah rencong tidak hanya menjadi kebanggaan daerah tetapi juga memberi kontribusi nyata bagi Indonesia.
Editor: Akil