NUKILAN.id | Yogyakarta – Film dokumenter “Smong Aceh” menjadi salah satu sorotan di ajang Jogja-NETPAC Asian Film Festival (JAFF) 2024. Dipilih sebagai Official Selection, film ini ditayangkan perdana dalam sesi Special Screening terbatas di Empire XXI Yogyakarta, Kamis (5/12/2024).
Disutradarai oleh sineas kawakan Tonny Trimarsanto dan diproduseri oleh aktris senior Christine Hakim, film berdurasi 31 menit ini membawa penonton menelusuri peristiwa gempa dan tsunami yang menghancurkan Aceh pada 26 Desember 2004, dua dekade silam. Bencana tersebut menewaskan lebih dari 200 ribu jiwa dan menjadi salah satu tragedi alam paling mematikan dalam sejarah modern Indonesia.
Mengangkat Kisah Penyintas dan Kearifan Lokal
Film ini mengisahkan perjalanan dua tokoh asli Aceh, Sharina dan Juman, yang membawa perspektif berbeda dalam menghadapi tsunami.
- Sharina, penyintas dari Banda Aceh, mendedikasikan hidupnya untuk edukasi kebencanaan. Pengalamannya kehilangan keluarga dan teman-teman terdekat menginspirasinya untuk melakukan riset dan mengajarkan anak-anak tentang pentingnya kesiapsiagaan menghadapi bencana.
- Juman, musisi tradisional dari Simeulue, memanfaatkan seni nandong untuk menyebarkan kisah dan pesan kewaspadaan terhadap tsunami.
“Smong” sendiri berasal dari bahasa lokal Simeulue yang berarti tsunami. Istilah ini mencerminkan kearifan lokal yang berhasil menyelamatkan banyak nyawa pada bencana tsunami 2004.
Pendekatan Ilmiah dan Emosional
Selain mengangkat kisah personal, film ini juga dilengkapi testimoni dari peneliti, pengamat, dan tokoh masyarakat. Salah satu sorotan adalah temuan riset OceanX yang meneliti megathrust di perairan barat Sumatera pada Mei 2024.
“Kearifan lokal seperti ‘Smong’ sangat berharga dalam edukasi publik nasional. Kita perlu menjadikannya bagian dari pengetahuan lintas generasi,” ujar Tonny Trimarsanto.
Christine Hakim menambahkan bahwa “Smong Aceh” dirancang bukan hanya sebagai refleksi atas tragedi, tetapi juga sebagai simbol harapan. “Tragedi ini harus diubah menjadi narasi kekuatan agar masyarakat siap menghadapi bencana serupa di masa depan,” katanya.
Kolaborasi untuk Edukasi
Film ini diproduksi oleh Cinesurya, Rumah Dokumenter, dan Christine Hakim Film melalui dukungan berbagai pihak, termasuk Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, serta beberapa perusahaan seperti PT Pupuk Indonesia dan Bank Syariah Indonesia.
Christine berharap film ini bisa ditayangkan di kampus, komunitas, dan bahkan menjadi bagian dari kurikulum ekstrakurikuler di sekolah. “Edukasi kebencanaan harus menyentuh generasi muda agar mereka siap menghadapi situasi serupa di masa depan,” katanya.
Langkah Lanjutan
Setelah JAFF 2024, tim produksi berencana memutarkan “Smong Aceh” secara lebih luas. “Kami ingin film ini menjadi bahan diskusi akademis di kampus-kampus dan komunitas,” ujar Tonny.
Penayangan ini juga bertepatan dengan peringatan 20 tahun tsunami Aceh yang jatuh pada 26 Desember 2024. Melalui dokumenter ini, masyarakat diajak untuk tidak melupakan sejarah dan belajar dari pengalaman masa lalu.
“Smong Aceh” bukan sekadar film dokumenter, melainkan ajakan untuk memahami, mengingat, dan mempersiapkan diri menghadapi tantangan alam yang mungkin datang kapan saja.