NUKILAN.id | Banda Aceh – Pemerintah Aceh melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) semakin serius mengembangkan sektor ekonomi kreatif (ekraf) sebagai motor pertumbuhan ekonomi daerah. Dalam langkah terbarunya, Disbudpar mengkaji pembentukan Dinas Ekonomi Kreatif Aceh. Langkah ini sejalan dengan arahan Menteri Ekonomi Kreatif (Menekraf) RI, Teuku Riefky Harsya, yang mendorong pembentukan lembaga khusus ekraf di tingkat daerah.
Kadisbudpar Aceh, Almuniza Kamal, menyampaikan bahwa kebijakan nasional di bawah pemerintahan Presiden Prabowo Subianto telah memisahkan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif menjadi dua lembaga, yakni Kementerian Pariwisata dan Kementerian Ekonomi Kreatif. Kebijakan ini tertuang dalam Perpres Nomor 199 Tahun 2024 dan Perpres Nomor 200 Tahun 2024.
“Sebagai tindak lanjut, kami menggelar diskusi lintas stakeholder pada 25 November 2024. Diskusi ini bertujuan menghimpun masukan untuk pembentukan Komite Ekraf Aceh sebagai langkah awal,” kata Almuniza, Sabtu (30/11/2024).
17 Subsektor Unggulan Ekonomi Kreatif
Dalam diskusi yang dipimpin Kepala Bidang Pengembangan Usaha Pariwisata dan Kelembagaan Disbudpar Aceh, Ismail, diidentifikasi 17 subsektor ekraf unggulan, antara lain kuliner, fesyen, kriya, aplikasi, musik, film, animasi, dan video.
“Kami berfokus pada penguatan kolaborasi pentahelix—melibatkan pemerintah, akademisi, pelaku bisnis, komunitas, dan media—untuk mengoptimalkan potensi ini,” tambah Almuniza.
Ia juga menekankan pentingnya kebijakan yang mendukung penggunaan produk lokal sebagai upaya meningkatkan daya saing pelaku ekraf Aceh.
Meningkatkan PAD dan Mengatasi Pengangguran
Pengamat ekonomi Universitas Syiah Kuala, Iskandarsyah Madjid, menyoroti urgensi pembentukan Dinas Ekonomi Kreatif Aceh untuk mendongkrak Pendapatan Asli Daerah (PAD).
“Dengan semakin berkurangnya dana Otonomi Khusus (Otsus), ekraf bisa menjadi solusi strategis meningkatkan PAD,” jelasnya.
Sementara itu, akademisi Hamdani mengusulkan penyusunan Rencana Induk Pengembangan Ekonomi Kreatif (Rindekraf) Aceh dan regulasi berupa Qanun sebagai landasan hukum yang kuat.
Khairul dari Indonesian Fashion Chamber (IFC) menambahkan, Aceh dapat meniru event besar seperti Lombok Fashion Festival untuk mendukung subsektor fesyen. “Selain itu, pemerintah perlu menyediakan beasiswa bagi pelaku ekraf dan menghadirkan kurator ahli dalam setiap kebijakan,” katanya.