NUKILAN.id | Opini – Amerika Serikat, negara terkaya di dunia yang menguasai sekitar 25% kekayaan global. Dolar Amerika masih mendominasi 70% transaksi dunia, sementara Wall Street tetap menjadi pusat bisnis swasta dan pembiayaan terbesar di dunia. Di bidang militer, Amerika menguasai dua pertiga dunia, termasuk data internet, satelit, dan teknologi informasi, dengan penguasaan 60% di sektor ini. Walaupun produk gadget Amerika mungkin kalah dengan Tiongkok, jaringan komunikasi, perangkat lunak, dan cip masih dikuasai Amerika. Pengaruh Amerika dalam dunia hiburan juga sangat kuat melalui kekuatan soft power seperti film Hollywood, musik, dan platform hiburan seperti Disney dan Netflix, yang mampu mempengaruhi mindset masyarakat di seluruh dunia.
Pertanyaannya kini, siapa yang akan menjadi Presiden Amerika Serikat? Mengapa pemilihan presiden negara adidaya ini selalu menarik perhatian dunia? Donald Trump dan Kamala Harris, sebagai dua kandidat utama, tidak hanya akan menentukan arah kebijakan Amerika Serikat, tetapi juga memiliki dampak besar bagi dinamika global.
Tiongkok dan Rivalitas Ekonomi
Sebagai pesaing utama Amerika, Tiongkok secara terbuka menyatakan keengganannya terhadap Trump. Alasannya jelas, selama masa jabatan Trump (2016-2020), kebijakan perdagangan ketat menyebabkan kenaikan tarif impor barang Tiongkok. Pilihan Tiongkok lebih condong kepada Kamala Harris dan Partai Demokrat, yang dianggap lebih menyukai pendekatan militer. Selama empat tahun terakhir (2020-2024), Tiongkok memacu produksi alat-alat militer, yang berdampak baik bagi ekonominya yang tengah dilanda masalah properti dalam negeri.
Rusia dan Dukungan untuk Trump
Rusia, di sisi lain, secara tegas mendukung Trump. Sebelumnya, Putin membantu Trump dalam pemilu 2016, dan operasi intelijen Rusia melalui media sosial kemungkinan besar akan kembali dilakukan untuk membantu kemenangan Trump. Jika terpilih, Trump diperkirakan akan menghentikan pengiriman senjata ke Ukraina dan menagih utang dana yang telah diberikan ke negara tersebut. Hal ini berpotensi menghentikan perang di Ukraina, dengan Rusia yang akan dinyatakan menang setelah merebut 20% wilayah Ukraina.
Timur Tengah dan Negara Penghasil Minyak
Di Timur Tengah, negara-negara penghasil minyak lebih menyukai Trump. Alasannya adalah pada masa kepemimpinan Trump, tidak ada perang militer yang dilakukan secara langsung oleh Amerika. Trump tidak mengintensifkan perang di kawasan Timur Tengah dan cenderung mengutamakan perdagangan. Periode ini memberi ruang bagi Arab Saudi, Uni Emirat Arab dan Qatar untuk mengembangkan sektor properti dan ekonomi.
Namun, Israel tampaknya memiliki preferensi yang berbeda. Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menjalin hubungan erat dengan Joe Biden dan Kamala Harris dari Partai Demokrat, yang telah lama berperan penting dalam mendukung kekuatan militer Israel. Di bawah kepemimpinan Demokrat, Amerika Serikat terus memberikan bantuan militer besar-besaran kepada Israel, mulai dari konflik dengan Palestina hingga penguatan posisi di Laut Mediterania, Laut Merah, dan Selat Hormuz, guna menghalau ancaman dari Iran.
Kebijakan Ekonomi di Dalam Negeri Amerika
Jika Kamala Harris menjadi presiden, kebijakan ekonomi Biden diperkirakan akan berlanjut. Ini termasuk rencana menaikkan pajak perusahaan dari 28% menjadi 31%, kebijakan yang sangat disukai oleh kalangan buruh tetapi tidak diterima baik oleh para oligarki dan kapitalis. Sebaliknya, Trump berjanji menurunkan pajak perusahaan, yang diharapkan dapat meningkatkan keuntungan bagi para kapitalis dan pengusaha besar. Jika Trump terpilih, tarif barang-barang impor dari Tiongkok kemungkinan akan dinaikkan sebesar 20%, yang akan berdampak pada inflasi di Amerika karena produk Tiongkok mencakup 40% bahan dasar manufaktur Amerika.
Peran Swing States dalam Pemilu
Pemilu kali ini sangat ditentukan oleh tujuh negara bagian swing (swing states), yaitu Nevada, North Carolina, Wisconsin, Georgia, Pennsylvania, Michigan, dan Arizona. Negara-negara bagian ini memiliki jumlah komunitas Muslim yang signifikan, yang pada 2020 mendukung Biden. Namun, dukungan ini mulai goyah karena kebijakan pro-Israel Biden. Trump, yang menjanjikan penghentian perang di Palestina, mungkin lebih disukai oleh komunitas Muslim di negara-negara bagian swing tersebut, yang menjadi kunci kemenangan dalam pemilu ini.
Indonesia: Trump atau Kamala?
Sebagai negara yang kerap terpengaruh oleh kebijakan luar negeri Amerika, Indonesia tentunya memiliki kepentingan dalam pemilu ini. Jika dilihat dari perspektif perdagangan dan stabilitas kawasan, kemenangan Trump mungkin membawa keuntungan lebih besar bagi negara-negara di Asia, termasuk Indonesia. Di sisi lain, pendekatan Demokrat terhadap perubahan iklim dan hak asasi manusia bisa lebih mendukung nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh pemerintah Indonesia.
Dengan ketatnya persaingan politik di Amerika, siapa pun yang menang akan membawa perubahan besar, baik bagi negeri Paman Sam sendiri maupun dunia. Namun, dengan banyaknya isu global yang masih memanas, dari konflik Ukraina hingga ketegangan di Timur Tengah, pilihan Amerika akan menjadi penentu arah dunia dalam beberapa tahun ke depan.
Penulis: Akil Rahmatillah (Alumni Ilmu Pemerintahan-USK)