NUKILAN.id | Jakarta – Dalam sidang perbaikan gugatan yang digelar di Mahkamah Konstitusi (MK) pada Senin (4/11/2024), Raymond Kamil dan Indra Syahputra kembali mengajukan permohonan yang menuntut hak warga untuk tidak mencantumkan agama pada KTP, khususnya bagi penduduk di Aceh. Melalui pengacara mereka, Teguh Sugiharto, permohonan ini disempurnakan sesuai arahan hakim.
Sidang yang dihadiri oleh Ketua Panel Arsul Sani bersama hakim Arief Hidayat dan Enny Nurbaningsih ini merupakan tindak lanjut dari perkara nomor 146/PUU-XXII/2024. Teguh menyampaikan bahwa gugatan ini tidak mengalami perubahan besar, namun ada beberapa penyesuaian agar lebih jelas dan tidak multitafsir. Salah satu poin penting yang diusulkan adalah agar kolom agama di KTP hanya menuliskan “Islam” atau “bukan Islam” bagi warga Aceh.
Usulan Hapus Kolom Agama di KTP
Salah satu petitum permohonan Raymond dan Indra adalah agar MK menyatakan kata “agama” di KTP tidak lagi wajib dicantumkan, seperti diatur dalam Undang-Undang Administrasi Kependudukan (Adminduk). Namun, pemohon juga meminta agar warga Aceh dapat tetap mencantumkan keterangan “Islam” atau “bukan Islam” sebagai pengecualian.
“Hal ini dilakukan untuk menjaga keberagaman dan hak konstitusional seluruh warga negara, termasuk yang memilih untuk tidak memeluk agama tertentu,” ujar Teguh dalam persidangan.
Tuntutan Kebebasan Beragama atau Tidak Beragama
Raymond dan Indra juga menyoroti Pasal 22 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, yang dianggap tidak menjamin hak individu untuk memilih tidak beragama. Mereka meminta MK menegaskan bahwa setiap orang memiliki hak untuk beragama atau tidak beragama, serta kebebasan dalam memilih cara beribadah, atau tidak beribadah.
Selain itu, gugatan ini juga menyinggung beberapa undang-undang lain yang dinilai masih belum memberikan perlindungan bagi hak beragama dan hak untuk tidak beragama. Mereka menuntut pengakuan hak bagi warga yang memilih untuk tidak mengikuti pendidikan agama di sekolah, serta meminta agar pendidikan agama lebih bersifat ilmiah dan tidak terbatas pada perspektif agama tertentu.
Kolom Agama di Aceh Sebagai Pengecualian
Menariknya, dalam petitum mereka, Raymond dan Indra mengusulkan agar untuk penduduk Aceh diberikan pengecualian pada kolom agama di KTP. Mereka meminta agar warga di provinsi itu tetap dapat memilih mencantumkan “Islam” atau “bukan Islam” demi menjaga ketentuan adat dan budaya di wilayah yang menerapkan syariat Islam tersebut.
Hakim MK sebelumnya telah mengingatkan pemohon untuk tetap mempertimbangkan Sila Pertama Pancasila, yaitu “Ketuhanan Yang Maha Esa”, dalam gugatan mereka. Teguh mengatakan bahwa timnya menghilangkan frasa “pemaknaan secara positif dan negatif” untuk menghindari kesalahpahaman terkait hal ini.
Rangkaian Permohonan yang Diajukan
Berikut adalah rangkuman petitum yang diajukan Raymond dan Indra dalam gugatan ini:
- Mengabulkan seluruh permohonan pengujian materiil terhadap UUD 1945.
- Menyatakan Pasal 22 UU Nomor 39 Tahun 1999 bertentangan dengan UUD 1945 jika tidak memuat hak bebas beragama atau tidak beragama.
- Meminta kata “agama” dalam Pasal 61 dan Pasal 64 UU Adminduk dihapus atau dianggap tidak ada, kecuali di Aceh yang boleh mencantumkan “Islam” atau “bukan Islam”.
- Menuntut Pasal 2 UU Perkawinan hanya berlaku bagi warga yang memilih beragama.
- Meminta Pasal 12 UU Sistem Pendidikan Nasional menyatakan kebebasan dalam mengikuti atau tidak mengikuti pendidikan agama.
- Menyatakan Pasal 302 KUHP 2023 bertentangan dengan UUD 1945.
- Meminta putusan dimuat dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Permohonan ini menegaskan hak konstitusional bagi mereka yang tidak memilih agama tertentu, dengan harapan dapat memberi kebebasan penuh dalam hal identitas agama atau kepercayaan.
Editor: Akil