NUKILAN.id | Banda Aceh – Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Aceh mengadakan audiensi dengan Penjabat (Pj) Gubernur Aceh, Safrizal ZA, untuk menyampaikan sejumlah aspirasi buruh terkait isu ketenagakerjaan. Audiensi tersebut berlangsung di Pendopo Gubernur Aceh, Banda Aceh, pada Rabu (30/10/2024).
Ketua DPW FSPMI Aceh, Habibi Inseun, memaparkan dua isu utama yang menjadi fokus perjuangan para pekerja buruh di tingkat nasional dan wilayah Aceh. Isu pertama yang dibahas adalah tuntutan kenaikan upah minimum pada tahun 2025. Habibi menjelaskan bahwa FSPMI bersama konfederasi serikat pekerja nasional meminta pemerintah untuk menaikkan upah minimum hingga 10 persen.Â
“Saat ini, upah minimum di Aceh adalah sekitar Rp3,4 juta. Dengan kenaikan 10 persen, angka tersebut akan berada di kisaran Rp3,7 juta, namun harapan kita bisa mencapai Rp4 juta,” ujar Habibi kepada Nukilan.Â
Selain tuntutan kenaikan upah, para buruh juga menegaskan sikapnya terkait Undang-Undang Cipta Kerja atau Omnibus Law. Habibi menyebutkan bahwa undang-undang ini membawa banyak dampak negatif bagi pekerja, seperti maraknya pemutusan hubungan kerja (PHK), perluasan praktek outsourcing, upah murah, dan sistem kerja berdasarkan volume yang merugikan pekerja.Â
“Banyak pekerja yang sekarang digaji berdasarkan satuan hasil, bukan sebagai karyawan tetap, sehingga status pekerjaan mereka menjadi rentan,” jelasnya.
Di samping dua isu nasional tersebut, FSPMI Aceh juga menyoroti aspek kesejahteraan dan perlindungan pekerja yang dinilai penting untuk dioptimalkan. Habibi menekankan bahwa selain upah, hak normatif lainnya harus diperhatikan untuk meningkatkan kesejahteraan pekerja dan daya beli mereka. Ia juga menyoroti pentingnya aspek perlindungan, yang diharapkan dapat diperkuat melalui implementasi Qanun Ketenagakerjaan yang telah direvisi menjadi Nomor 1 Tahun 2024.Â
“Instrumen hukum ini diharapkan dapat memberikan perlindungan yang lebih baik bagi para pekerja,” tambah Habibi.
Lebih jauh, ia menekankan pentingnya pengawasan tenaga kerja di Aceh, mengingat jumlah tenaga kerja formal dan informal di provinsi ini mencapai lebih dari dua juta orang dengan lebih dari 6.000 perusahaan yang mempekerjakan mereka.
Dalam audiensi ini, Pj Gubernur Safrizal ZA menunjukkan sikap responsif terhadap aspirasi para pekerja. Ia bahkan menginstruksikan Dinas Tenaga Kerja untuk segera membentuk Lembaga Kerja Sama Tripartit di daerah-daerah yang belum memilikinya.Â
“Dari 12 kabupaten/kota yang telah memiliki LKS Tripartit, sisanya harus segera menyusul dengan target minimal 50 persen terbentuk selama masa jabatannya di Aceh,” ungkap Habibi.
Pj Gubernur juga menyoroti pentingnya pengawasan terhadap kasus-kasus ketenagakerjaan, termasuk pemutusan hubungan kerja (PHK) yang dialami oleh 81 pekerja di PT Bumi Daya Agro Tamas di Subulussalam pada 22 Oktober lalu.
Reporter: Rezi