NUKILAN.id | Banda Aceh – Perempuan Aceh didorong untuk lebih aktif berperan dalam kepemimpinan di berbagai bidang, baik di tingkat komunitas maupun politik, guna memperkuat posisi mereka di tengah tantangan patriarki yang masih kuat. Penguatan kemandirian ekonomi, jaringan sosial, serta keterampilan kepemimpinan menjadi aspek kunci yang diharapkan dapat mendukung peran perempuan secara lebih efektif.
Hal ini mengemuka dalam kegiatan Sekolah Kepemimpinan Perempuan yang digelar oleh Flower Aceh bersama Islamic Relief Indonesia, Kohati HMI Komisariat FKIP Universitas Syiah Kuala (USK), FORHATI Aceh, Sekolah HAM Perempuan Flower Aceh, dan SeIA. Acara yang bertajuk “Meneguhkan Eksistensi Kepemimpinan Perempuan untuk Perubahan dan Kemandirian” berlangsung di Le Rasa Café, Banda Aceh, Sabtu (12/10/2024).
Ketua Kohati HMI FKIP USK, Rika Yusrina, menilai bahwa kegiatan ini merupakan momentum penting bagi perempuan Aceh untuk menggali potensi diri serta memperkuat solidaritas di antara mereka. Rika berharap, melalui acara ini, para peserta tidak hanya mampu memimpin diri sendiri, tetapi juga menjadi inspirasi bagi perempuan lainnya dalam menciptakan perubahan di masyarakat.
“Meski jumlah perempuan yang menduduki posisi kepemimpinan terus meningkat, hambatan masih ada. Banyak perempuan masih berhadapan dengan diskriminasi, stereotip gender, dan kurangnya kesempatan,” ujarnya.
Survei yang dilakukan oleh Kohati FKIP USK bersama Flower Aceh menunjukkan bahwa banyak perempuan masih menghadapi tantangan besar dalam kepemimpinan. Karena itu, Rika menekankan pentingnya dukungan antarperempuan untuk saling menguatkan dan mengatasi hambatan tersebut.
Direktur Eksekutif Flower Aceh, Riswati, menegaskan pentingnya membangun jaringan dan dukungan antarperempuan. Ia menyebut, empati dan solidaritas di antara perempuan menjadi faktor utama dalam menciptakan kekuatan kolektif untuk memimpin.
“Solidaritas perempuan penting untuk memajukan kepemimpinan perempuan di semua level. Saling mendukung, memberdayakan, dan mendorong satu sama lain akan menciptakan ekosistem yang lebih inklusif dan memperkuat kontribusi perempuan di berbagai sektor,” ujar Riswati.
Menurutnya, saat ini kontribusi perempuan Aceh terlihat nyata di berbagai bidang, mulai dari ekonomi, pendidikan, hingga politik. “Pengakuan dan apresiasi terhadap kontribusi mereka perlu terus diberikan agar semakin banyak perempuan yang berani tampil memimpin,” tambahnya.
Anggota DPR RI periode 2019-2024, Illiza Sa’aduddin Djamal, mengingatkan bahwa ruang politik masih sangat didominasi oleh patriarki. Namun, menurutnya, hal ini tidak boleh menjadi penghalang bagi perempuan untuk berjuang.
“Kita harus lebih disiplin dan berkomitmen. Tantangan yang kita hadapi justru memperkuat kita. Perempuan harus berani mengambil peran strategis dan memanfaatkan setiap peluang,” tegas Illiza.
Kepala Sekolah HAM Perempuan, Gebrina Rezeki, menyoroti tiga keterampilan utama yang perlu dimiliki perempuan dalam memimpin: empati, keberagaman, dan kreativitas. “Empati memudahkan kerjasama tim, keberagaman memperkaya perspektif, dan kreativitas memicu inovasi,” jelas Gebrina.
Ia mendorong perempuan untuk tidak ragu memimpin karena kemampuan tersebut sudah ada dalam diri mereka.
Tjut Ika Mauliza, seorang pengusaha, menekankan bahwa kemandirian ekonomi juga menjadi kunci penting dalam kepemimpinan perempuan. Menurutnya, kebebasan finansial memberikan perempuan kekuatan lebih dalam mengambil keputusan.
“Kemandirian ekonomi memberikan kebebasan dan memperkuat posisi perempuan dalam komunitas. Ini menjadi modal utama untuk berperan lebih besar dalam masyarakat,” ujarnya.
Acara ini menekankan pentingnya kombinasi kemandirian ekonomi, jaringan yang solid, serta keterampilan kepemimpinan sebagai fondasi bagi perempuan untuk berperan lebih aktif. Dengan saling mendukung, perempuan Aceh diharapkan dapat menciptakan perubahan positif di masyarakat dan terus maju bersama.
Editor: Akil