NUKILAN.id | Banda Aceh – Akhir-akhir ini, isu kekerasan di pesantren kembali mencuat. Kasus kekerasan baik antar sesama santri maupun antara guru dan murid telah menjadi perhatian banyak pihak, terutama terkait dampaknya terhadap pendidikan karakter dan kesehatan mental anak-anak. Fenomena ini memunculkan kekhawatiran di kalangan masyarakat, mengingat banyak pesantren yang masih menggunakan sanksi fisik dalam mendisiplinkan santrinya.
Ustaz Enzus Tinianus dosen fakultas Hukum USK menyoroti pentingnya kesepakatan antara guru dan orang tua dalam menentukan sanksi yang diberikan kepada murid.
“Sanksi seperti potong rambut, berdiri di depan kelas, atau berlari keliling lapangan dua kali itu tidak masalah, asalkan sudah disepakati bersama. Bahkan, memukul tangan anak pun diperbolehkan dalam beberapa kondisi, namun harus dilakukan dengan tanpa emosi dan sesuai kesepakatan,” kata Ustaz Enzus kepada Nukilan.id pada Senin (7/10/2024).
Menurut Ustaz Enzus, jika memang sanksi fisik seperti pukulan menjadi pilihan, ada beberapa aturan ketat yang harus dipatuhi. Alat yang digunakan, seperti rotan atau rol kayu, boleh digunakan dengan catatan bahwa cara penggunaannya tidak sembarangan.
“Jangan pukul dengan posisi tegak lurus, tetapi letakkan alat tersebut dalam posisi terlentang saat memukul. Pastikan hanya memukul di bagian tubuh yang aman, seperti telapak tangan atau betis. Hindari area vital seperti paha, perut, kepala, dan muka,” jelasnya.
Ia menegaskan bahwa tujuan dari sanksi adalah mendidik, bukan merusak fisik atau mental anak. Oleh karena itu, setiap tindakan harus dilakukan dengan penuh pertimbangan.
Selain penggunaan sanksi fisik yang telah disepakati, Ustaz Enzus juga menawarkan metode alternatif untuk mendisiplinkan anak tanpa harus melukai fisik mereka.
“Saat anak bermain-main ketika salat, kita tidak perlu langsung memukul mereka. Cukup pukul sarung mereka atau membuat gertakan dengan memukul tangan kita sendiri. Ini bisa menimbulkan rasa takut tanpa harus melukai,” katanya.
Pendekatan ini, menurut Ustaz Enzus, bisa efektif untuk menanamkan kedisiplinan tanpa harus menggunakan kekerasan fisik yang berlebihan. Ia juga menambahkan bahwa kondisi kesehatan fisik dan mental anak harus diperhatikan sebelum memberikan sanksi.
“Jangan pernah memberikan sanksi kepada anak yang sedang tidak sehat atau memiliki masalah kejiwaan. Ini penting agar hukuman tidak menimbulkan trauma,” ungkapnya.
Dalam mendisiplinkan santri, Ustaz Enzus menekankan pentingnya menjaga martabat anak. Kekerasan fisik yang berlebihan tidak hanya merusak tubuh, tetapi juga jiwa anak.
“Sanksi yang diberikan harus mendidik dan memberikan efek jera, tetapi tetap dalam batas-batas yang manusiawi ,” tambahnya.
Pesantren sebagai lembaga pendidikan diharapkan dapat mendidik santrinya dengan cara yang baik dan benar, tanpa harus menimbulkan trauma atau masalah kesehatan mental. Dengan penerapan disiplin yang tepat, pesantren bisa tetap menjadi tempat yang aman bagi anak-anak untuk menimba ilmu dan membangun karakter mereka.
Isu ini menjadi pengingat pentingnya pendekatan yang seimbang antara disiplin dan kasih sayang dalam dunia pendidikan, khususnya di lingkungan pesantren. (XRQ)
Reporter: Akil Rahmatillah